ANNYEONG HASEO..selamat datang di blog saya :D kunjungi terus blog saya yaak :* semoga bermanfaat ^^ ^^

Jumat, 01 November 2013

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN TYPOID

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
     Demam tifoid adalah penyakit sistemik  yang akut yang mempunyai karakteristik demam, sakit kepala dan ketidakenakan abdomen berlangsung lebih kurang 3 minggu yang juga disertai gejala-gejala perut pembesaran limpa dan erupsi kulit.
     Demam tifoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah tropik dibandingkan daerah berhawa dingin. Sumber penularan penyakit demam tifoid adalah penderita yang aktif, penderita dalam fase konvalesen, dan kronik karier. Demam Tifoid juga dikenali dengan nama lain yaitu Typhus Abdominalis, Typhoid fever atau Entericfeve Demam typoid menjadi masalah kesehatan, yang umumnya terjadi dinegara yang sedang berkembang karena akibat kemiskinan, kriminalitas dan kekurangan air bersih yang dapat diminum.
     Diagnose dari penyakit typoid dapat sangat berbahaya apabila terjadi selama kehamilan atau pada periode setelah melahirkan. Kebanyakan penyebaran penyakit demam typoid ini tertular pada manusia pada daerah-daerah berkembang ini dikarenakan pelayanan kesehatan yang belum baik, hygiene personal yang buruk. Salah satu contoh di negara Nigeria, dimana terdapat 467 kasus dari tahun 1996 sampai dengan 2000.
     Dalam lingkungan kita menjadi endemic di selatan dan Amerika Utara, Timur Tengah, Tenggara dan hampir seluruh Asia termasuk India. Di seluruh dunia tercatat sekitar 33 juta kasus dari demam typoid dan menyebabkan lebih dari 500.000 kematian. Oleh karena itu kami memilih judul “Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Typoid” untuk dijadikan sebagai bahan diskusi.


B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas maka rumusan masalahnya adalah :
1.      Apa yang dimaksud dengan typhoid?
2.      Bagaimana etiologi dari typhoid?
3.      Apa sajakah tanda dan gejala typhoid?
4.      Bagaimana patofisiologi dari typhoid?
5.      Bagaimana pathways dari gangguan typhoid?
6.      Apa sajakah komplikasi pada klien dengan gangguan typhoid?
7.      Bagaimanakah pemeriksaan penunjang pada klien dengan gangguan typhoid?
8.      Bagaimana penatalaksanaan medis pada klien dengan gangguan typhoid?
9.      Bagaimanakah asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien dengan gangguan typhoid?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Menjelaskan pengertian  typhoid
2.      Menjelaskan etiologi typhoid
3.      Menjelaskan tanda dan gejala typhoid
4.      Menjelaskan patofisiologi dari typhoid
5.      Menjelaskan pathways dari gangguan typhoid
6.      Menjelaskan komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan gangguan typhoid
7.      Menjelaskan pemeriksaan penunjang pada klien dengan gangguan typhoid
8.      Menjelaskan penatalaksanaan medis pada klien dengan gangguan typhoid
9.      Menjelaskan asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien dengan gangguan typhoid


D.    Manfaat Penulisan
1.         Bagi Kami, Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah KMB I untuk memperoleh nilai tugas.
2.         Bagi teman sejawat, Makalah ini diharapkan dapat berfungsi  sebagai bahan bacaan terutama tentang Peritonitis.
3.         Makalah ini dapat digunakan sebagai bahan diskusi kelompok.
4.         Bagi para perawat maupun calon perawat (mahasiswa/mahasiswi keperawatan), Makalah ini dapat memberikan informasi tentang bagaimana konsep medis dan konsep keperawata


 BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN TYPHOID

A.    Konsep Dasar
1.      Pengertian Typoid
          Typus Abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh Salmonella Typhi, Salmonella Para Typhi A, Salmonella Para Typhi B, Salmonella Para Typhi C, Para Tyfoid biasanya lebih ringan dengan gambaran klinis sama (Junadi. P, 2001).
          Typus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut yang selalu ditemukan dimasyarakt Indonesia. Penderitaannya juga beragam mulai dari usia balita, anak-anak dan dewasa.
2.      Etiologi
          Tyfus abdominalis disebabkan oleh salmonella typhosa, basil gram negatif, bergerak dengan bulu getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen yaitu antigen O (somatic terdiri dari zat komplek lipopolisakarida), antigen H (flagella) dan antigen Vi. Dalam serum penderita terdapat zat anti (glutanin) terhadap ketiga macam antigen tersebut. Kuman tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 150C– 410C (optimum 370C) dan PH pertumbuhan 6-8 (Arif Mansjoer, 2000).
          Kuman Salmonella typhosa, Salmonella typhi, A, B, dan C. Kuman ini banyak terdapat di kotoran, tinja manusia, dan makanan atau minuman yang terkena kuman yang di bawa oleh lalat. Sebenarnya sumber utama dari penyakit ini adalah lingkungan yang kotor dan tidak sehat. Tidak seperti virus yang dapat beterbangan di udara, bakteri ini hidup di sanitasi yang buruk seperti lingkungan kumuh, makanan, dan minuman yang tidak higienis (Ngastiyah, 2005).



3.    Tanda dan Gejala
Soedarto (2007) mengemukakan bahwa manifestasi klinis klasik yang umum ditemui pada penderita demam typhoid biasanya disebut febris remitter atau demam yang bertahap naiknya dan berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungan dengan perincian :
a.       Minggu pertama, demam lebih dari 40°C, nadi yang lemah bersifat dikrotik, dengan denyut nadi 80-100 per menit.
b.      Minggu kedua, suhu tetap tinggi, penderita mengalami delirium, lidah tampak kering mengkilat, denyut nadi cepat. Tekanan darah menurun dan limpa dapat diraba.
c.       Minggu ketiga,
   Jika keadaan membaik : suhu tubuh turun, gejala dan keluhan berkurang.
   Jika keadaan memburuk : penderita mengalami delirium, stupor, otot-otot bergerak terus, terjadi inkontinensia alvi dan urine. Selain itu terjadi meteorisme dan timpani, dan tekanan perut meningkat, disertai nyeri perut. Penderita kemudian kolaps, dan akhirnya meninggal dunia akibat terjadinya degenerasi mikardial toksik.
d.      Minggu keempat, bila keadaan membaik, penderita akan mengalami penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis.

4.         Patofisiologi
Kuman masuk kedalam mulut melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh Salmonella (biasanya lebih dari 10000 basil kuman) Sebagian kuman dapat dimusnahkan oleh asam HCL lambung, dan sebagian lagi masuk ke usus halus menuju saluran limfe dan masuk kedalam pembuluh darah dalam waktu 24-72 jam. Jika respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik, maka basil Salmonella akan menembus sel-sel epitel ( Sel M) dan selanjutnya menuju lamina propia dan berkembang biak dijaringan limfoid plak penyeri di ileum distal dan kelenjar getah bening mesenterika.
Jaringan limfoid dan kelenjar getah bening mesenterika mengalami hiperplasia. Basil tersebut masuk kealiran darah (Bacterimia) melalui ductus thoracicus dan menyebar keseluruh organ Reticuloendotalial tubuh, terutama hati, sumsum tulang, dan limfa melalui sirkulasi portar dari usus.
Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltrasi limfosit, zat plasma, dan sel mononuclear. Terdapat juga nekrosis fokal dan pembesaran limfa (splenomegali). Di organ ini kuman Salmonella Thypi berkembangbiak dan masuk sirkulasi darah lagi. Sehingga mengakibatkan bakterimia kedua disertai tanda dan gejala infeksi sistemik (demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler, dan gangguan mental koagulasi.)
Proses patologis ini dapat berlangsung hingga ke lapisan otot,serosa usus,dan mengakibatkan perforasi usus. Endotoksin basil menempel di reseptor sel endotel kapiler dan dapat mengakibatkan komplikasi, seperti gangguan neuropsikiatrik kardiovaskuler, pernafasan dan gangguan organ lainnya.
Pada minggu pertama timbulnya penyakit, terjadi hiperplasia (pembesaran sel-sel) plak penyeri. Disusul kemudian, terjadi nekrosis pada  minggu kedua dan ulserasi plak penyeri pada  minggu ketiga. Selanjutnya dalam minggu keempat akan terjadi proses penyembuhan dengan meninggalkan sikatrik (jaringan parut).




5.      Pathways

Salmonella typhi
 


     Mulut
 

         
 Musnah                            Lambung
 


                                        Usus halus

            Jaringan limfoid                                                                                                           peradangan/ nekrosis
 


            Jaringan limfe mesentrial                                                                     tukak mukosa                 sekresi enzim
                                                                                                                        Usus halus                   cerna meningkat
 

Sirkulasi porta                          aliran darah
 dari usus                       melalui duktus thoraxilus       imobilisasi       malabsorbsi       perforasi                Peristaltik
                                                                                                            usus halus


limfa/ hati                             bakterimia                                                                                 perdarahan         diare
 

    
   difagosit                                 endotoksin
 


hidup          mati                           sintesa dan pelepasan
                                                            zat pirogen
 

pembuluh
darah                                                Hypotalamus
Gangguan rasa nyaman
 
 


septikemia                                        hypertermi
 


syok septik                                          evaporasi  meningkat
 


penurunan                                          
 kesadaran                   reabsorbsi air                           keringat banyak
                              dalam kolon meningkat
resti cedera           

 
 


konstipasi
 
                                                                        cairan ekstraseluler berkurang
 


gangguan keseimbangan cairan

 
                                                                                   

                                                                                   



6.      Komplikasi
a.    Usus halus
Umumnya jarang terjadi, akan tetapi sering fatal yaitu:
1)   Perdarahan usus bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat disertai perasaan nyari perut dengan tanda-tanda rejatan.
2)        Perforasi usus
3)   Peritonitis ditemukan gejala abdomen akut yaitu: nyeri perut yang hebat, diding abdomen dan nyeri pada tekanan
b.    Diluar anus
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakterimia) yaitu meningitis, kolesistitis, ensefelopati. Terjadi karena infeksi sekunder yaitu bronkopneumonia
7.    Pemeriksaan Penunjang
Untuk memastikan diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium antara lain sebagai berikut:
a.    Pemeriksaan darah tepi
     Didapatkan adanya anemia oleh karena intake makanan yang terbatas, terjadi gangguan absorbsi, hambatan pembentukan darah dalam sumsum dan penghancuran sel darah merah dalam peredaran darah. Leukopenia dengan jumlah lekosit antara 3000 – 4000 / mm3 ditemukan pada fase demam. Hal ini diakibatkan oleh penghancuran lekosit oleh endotoksin. Aneosinofilia yaitu hilangnya eosinofil dari darah tepi. Trombositopenia terjadi pada stadium panas yaitu pada minggu pertama. Limfositosis umumnya jumlah limfosit meningkat akibat rangsangan endotoksin. Laju endap darah meningkat.
b.    Pemeriksaan urine
     Didapatkan proteinuria ringan ( < 2 gr/liter ) juga didapatkan peningkatan lekosit dalam urine.
c.    Pemeriksaan tinja
     Didapatkan adanya lendir dan darah, dicurigai akan bahaya perdarahan usus dan perforasi.
d.   Pemeriksaan bakteriologis
     Diagnosa pasti ditegakkan apabila ditemukan kuman salmonella dan biakan darah tinja, urine, cairan empedu atau sumsum tulang.
e.    Pemeriksaan serologis
     Pemeriksaan IGM Salmonela yang menunjukkan positip jika > 6.
f.     Pemeriksaan radiologi
     Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada kelainan atau komplikasi akbat demam thypoid
8.           Penatalaksanaan
Pengobatan/penatalaksaan pada penderita typus abdominalis adalah sebagai berikut:
a.       Tirah baring total selama demam sampai dengan 2 minggu normal kembali. Seminggu kemudian boleh duduk dan selanjutnya berdiri dan berjalan.
b.      Makanan harus mengandung cukup cairan , kalori dan tinggi protein, tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang maupun menimbulkan banyak gas.
c.       Obat terpilih adalah  kloramfenikol 100 mg/KGB/hari dibagi dalam                   4 dosis selama 10 hari. Dosis maksimal klorampenikol 2 g/hari. Kloramphenikol tidak boleh diberikan bila jumlah leukosit ≤ 2000/ul. Bila pasien alergi dapat diberikan golongan penisilin atau kotrimoksazo.
B.       Konsep Asuhan Keperawatan Pada Klien Gangguan Typhoid
1.         Pengkajian
a.       Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku bangsa, agama, tanggal MRS, nomor register dan diagnosa medik.
b.      Keluhan utama
Keluhan utama demam tifoid adalah panas / demam yang tidak turun temurun, nyeri perut, kepala pusing, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan kesadaran.
c.       Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman Salmonella typhi ke dalam tubuh.
d.      Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam thypoid.
e.       Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, DM.
f.       Riwayat psikososial dan spiritual
Biasanya anak rewel, bagaimana koping yang digunakan.
g.      Pola fungsi kesehatan
1)          Pola nutrisi dan metabolisme
Anak akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan sama sekali.
2)          Pola eliminasi
Eliminasi alvi. Anak dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama. Sedangkan elimnasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam thypoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.
3)          Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
4)          Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan dengan peningkatan suhu tubuh.
h.      Pemeriksaan fisik
1)        Keadaan umum
Didapatkan anak tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38 – 41 0 C, muka kemerahan.
2)        Tingkat kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu apatis sampai somnolent. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah ( kecuali bila penyakitnya berat dan terlambat mendapat pengobatan ).
3)        Sistem respirasi
Pernafasan rata – rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan gambaran seperti bronchitis.
4)        Sistem integumen
Kulit kering, turgor kulit menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam.
5)        Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah – pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor ( khas ), mual, munyah, anoreksia dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak, peristaltik usus meningkat.
6)        Sistem muskuloskeletal
Klien lemah.
7)        Sistem abdomen
Dapat ditemukan keadaan perut kembung ( meteorismus ), peristaltik usus meningkat.

2.         Diagnosa keperawatan
a.       Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
b.      Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh.
c.       Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan output berlebih.
d.      Gangguan eliminasi bowel: konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus.
e.       Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama

3.       Intervensi Keperawatan

Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Rasional
Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh.
















Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.











Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan output berlebih.











Gangguan eliminasi bowel: konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus.











Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama


Rasa nyaman kembali terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam dengan kriteria hasil:
-         Suhu tubuh pasien dalam batas  nomal. (36-370C).
-         Pasien mengatakan dirinya sudah merasa nyaman












Terpenuhinya kebutuhan nutrisi dalam tubuh setelah dilakukan tindakan selama 3 x 24 jam dengan kriteria hasil:
-         orang tua  mengerti jenis makanan bagi anak typoid.
-         Nafsu makan meningkat.
-         Pasien menghabiskan 1 porsi makan rumah sakit.
-         Mempertahankan berat badan dalam kondisi normal.




Terpenuhinya kebutuhan cairan elektrolit dalam tubuh setelah dilakukan tindakan 3 x 24 jam dengan kriteria hasil:
-         Input dan output cairan elektroli`t seimbang.
-         Menunjukkan membran mukosa lembab dan turgor jaringan normal.







Ganguan eliminasi dapat teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam dengan kriteria hasil:
-          Pola eliminasi dapat kembali normal.
-          Feses tidak padat.









Integritas kulit dapat terjaga setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam dengan kriteria hasil:
-          Tidak mengalami kerusakan kulit.




q  Lakukan kompres hangat.


q  Lakukan monitor  TTV sebelum dan setelah kompres.
q  Anjurkan keluarga pasien untuk tidak menggunakan selimut tebal.
q  Anjurkan keluarga pasien untuk memberikan pakaian yang tipis.
q  Kolaborasi dengan tim medis pemberian antipiretik (paracetamol ).

q  Beri PenKes tentang pentingnya nutrisi bagi anak typhoid.
q  Pertahankan oral hygien sebelum dan setelah makan.
q  Berikan porsi kecil tapi sering.
q  Sajikan makanan secara menarik.

q  Kolaborasi dengan tim gizi untuk pemberian diiet lunak ( BBS) TKTP.

q  Anjurkan pasien untuk banyak minum.
q  Catat output dan input cairan.

q  Ajarkan orangtua membuat  larutan elektrolit pengganti, larutan gula garam.

q  Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian cairan intravena kristaloid

q  Lakukan enema/ levemen.


q  Hindarkan makanan yang banyak asam lemak.

q  Anjurkan pasien untuk minum banyak sebelum makan.
q  Anjurkan pasien untuk segera menanggapi respon bowel.

q  Jaga kebersihan kulit.
q  Jaga kelembaban kulit.
q  Atur posisi secara berkala.
q  Hindarkan penekanan berlebih pada otot-otot yang menonjol.
q  Observasiadanya kerusakan kulit.
o  Membuka pori-pori memperlancar sekresi kreringat
o  Mengetahui perubahan suhu.

o  Agar sirkulasi lancar.


o  Memberikan respirasi pada kulit.

o  Menurunkan panas.



o  Agar orang tua dapat mengerti pentingnya nutrisi.
o  Membatu medorong nafsu makan.
o  Menambah asupan nutrisi.
o  Meningkatkan motivasi untuk makan.
o  Memenuhi kebutuhan nutrisi.



o   Membantu memenuhi cairan tubuh.
o   Untuk mengetahui derajat kekurangan cairan.
o   Mengganti elektrolit yang terbuang.





o  Untuk melunakan dan memudahkan keluarnya feses yang keras.
o  Asam lemak memperlambat rangsang peristaltik.
o  Membantu mendorong peristaltik.
o  Untuk mencegah pengerasan feses.






Mencegah kerusakan kulit.











4.         Evaluasi
Berdasarkan implementasi yang dilakukan maka evaluasi yang diharapkan untuk klien dengan gangguan sistem pencernaan typoid adalah tanda-tanda vital stabil, kebutuhan cairan terpenuhi, kebutuhan nutrisi terpenuhi, tidak terjadi hipertermia, klien dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari secara mandiri, infeksi tidak terjadi dan keluarga klien mengerti tentang penyakitnya.
 BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Typus Abdominalis adalah infeksi sistemik yang disebabkan kuman salmonella typhosa. Kuman ini banyak terdapat di kotoran, tinja manusia, dan makanan atau minuman yang terkena kuman yang di bawa oleh lalat. Sebenarnya sumber utama dari penyakit ini adalah lingkungan yang kotor dan tidak sehat.
2.      Tanda dan gejala typoid:
a.       Minggu pertama, demam lebih dari 40°C, nadi yang lemah bersifat dikrotik, dengan denyut nadi 80-100 per menit.
b.      Minggu kedua, suhu tetap tinggi, penderita mengalami delirium, lidah tampak kering mengkilat, denyut nadi cepat. Tekanan darah menurun dan limpa dapat diraba.
c.       Minggu ketiga,
Jika keadaan membaik : suhu tubuh turun, gejala dan keluhan berkurang.
Jika keadaan memburuk : penderita mengalami delirium, stupor, otot-otot bergerak terus, terjadi inkontinensia alvi dan urine. Selain itu terjadi meteorisme dan timpani, dan tekanan perut meningkat, disertai nyeri perut. Penderita kemudian kolaps, dan akhirnya meninggal dunia akibat terjadinya degenerasi mikardial toksik.
d.      Minggu keempat, bila keadaan membaik, penderita akan mengalami penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis.
3.      Patofisiologi :
Salmonella typhosa masuk melalui mulut, sebagian akan dimusnahkan dalam lambung dan sebagian lagi masuk kedalam usus halus, kejaringan limfoid dan berkembang biak menyerang vili usus halus kemudian masuk keperdarahan darah.
Selanjutnya kuman masuk kebeberapa jaringan organ tubuh, terutama limpa, usus, dan kandung empedu.
Pada minggu pertama sakit, terjadi hiperplasia plaks peyer pada kelenjar limfoid usus halus. Minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi ulserasi plaks peyer. Pada minggu keempat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik lalu terjadi perdarahan bahkan sampai perforasi usus.
Gejala demam disebabkan oleh endotoksin sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus halus.
4. Komplikasi
a.    Usus halus
Umumnya jarang terjadi, akan tetapi sering fatal yaitu:
1)   Perdarahan usus
2)   Perforasi usus
3)   Peritonitis
b.      Diluar anus
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakterimia) yaitu meningitis, kolesistitis, ensefelopati. Terjadi karena infeksi sekunder yaitu bronkopneumonia
5. Pemeriksaan Penunjang
Untuk memastikan diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium antara lain sebagai berikut:
a.    Pemeriksaan darah tepi
b.    Pemeriksaan urine
c.    Pemeriksaan tinja
d.    Pemeriksaan bakteriologis
e.    Pemeriksaan serologis      
f.     Pemeriksaan radiologi

6.    Pengobatan/penatalaksaan pada penderita typus abdominalis adalah sebagai berikut:
a.       Tirah baring total selama demam sampai dengan 2 minggu normal kembali.
b.      Makanan harus mengandung cukup cairan , kalori dan tinggi protein, tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang maupun menimbulkan banyak gas.
c.       Obat terpilih adalah kloramfenikol 100 mg/KGB/hari dibagi dalam                   4 dosis selama 10 hari. Dosis maksimal klorampenikol 2 g/hari.
B.     Saran
Dalam penyusun makalah ini sangat jauh dari penyempurnaan maka saran, kritikal, idea dari mahasiswa atau mahasiswi yang bersifat menambah dan membangun maka penulis sangat mengharapkan demi penyempurnaan makalah ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar