ANNYEONG HASEO..selamat datang di blog saya :D kunjungi terus blog saya yaak :* semoga bermanfaat ^^ ^^

Kamis, 20 Februari 2014

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN (PJB)
 







MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Individu pada Mata Kuliah Keperawatan Anak yang Diampu oleh Lucia Endang Hartati, SKp, MN
Oleh :
DESY NOERYANI ABDILLAH
P17420112089
2A3


PRODI DIII KEPERAWATAN SEMARANG
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG
SEMARANG
2013/2014

KATA  PENGANTAR
Penyusun memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan karunianya penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Penyakit Jantung Bawaan (PJB) . Makalah ini disusun sebagai salah satu bentuk tugas mata kuliah Keperawatan Anak .
Dalam penyusunan makalah ini penyusun mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah tepat pada waktunya. Untuk itu  pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada :
1.    Bapak dan Ibu selaku kedua orang tua penyusun yang telah memberikan dukungan baik moral maupun materiil.
2.    Ibu Lucia Endang Hartati, SKp, MN selaku dosen koordinator mata kuliah Keperawatan Anak
3.    Semua pihak yang telah ikut membantu penyusunan makalah ini yang tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran sangat penyusun harapkan demi kesempurnaan penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca khususnya bagi penyusun sendiri. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa meridhoi segala usaha kita. Amin.


Semarang,            Februari 2014
                                               
                                                                                                Penyusun


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
DAFTAR ISI                                                                                                      iii
BAB I  PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang..................................................................................... 1
B.  Rumusan Masalah................................................................................ 2
C.  Tujuan Penulisan ................................................................................. 2
D.  Manfaat Penulisan............................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.      Konsep Medis Penyakit Jantung Bawaan.......................................... 3
B.       Konsep Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan PJB..................... 15
BAB III PENUTUP
A.  Kesimpulan........................................................................................ 28
B.  Saran                                                                                                   28
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan penyakit dengan kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang terjadi akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin. Ada 2 golongan besar PJB, yaitu non sianotik (tidak biru) dan sianotik (biru) yang masing-masing memberikan gejala dan memerlukan penatalaksanaan yang berbeda.
Angka kejadian PJB dilaporkan sekitar 8–10 bayi dari 1000 kelahiran hidup dan 30 % diantaranya telah memberikan gejala pada minggu-minggu pertama kehidupan. Bila tidak terdeteksi secara dini dan tidak ditangani dengan baik, 50% kematiannya akan terjadi pada bulan pertama kehidupan. Menurut American Heart Association, sekitar 35.000 bayi lahir tiap tahunnya dengan beberapa jenis defek jantung bawaan. PJB bertanggung jawab terhadap lebih banyak kematian pada kehidupan tahun pertama bayi dari pada defek congenital lain. Sedangkan di Amerika Utara dan Eropa, PJB terjadi pada 0,8% populasi, membuat PJB menjadi kateri yang paling banyak dalam malformasi struktur kongenital.
Di negara maju hampir semua jenis PJB telah dideteksi dalam masa bayi bahkan pada usia kurang dari 1 bulan, sedangkan di negara berkembang banyak yang baru terdeteksi setelah anak lebih besar, sehingga pada beberapa jenis PJB yang berat mungkin telah meninggal sebelum terdeteksi. Pada beberapa jenis PJB tertentu sangat diperlukan pengenalan dan diagnosis dini agar segera dapat diberikan pengobatan serta tindakan bedah yang diperlukan. Untuk memperbaiki pelayanan di Indonesia, selain pengadaan dana dan pusat pelayanan kardiologi anak yang adekuat, diperlukan juga kemampuan deteksi dini PJB dan pengetahuan saat rujukan yang optimal oleh para dokter umum yang pertama kali berhadapan dengan pasien.
Mengurangi insiden terjadinya PJB dapat dilakukan oleh semua pihak, keluarga, terutama ibu dan tenaga kesehatan. Peran perawat akan sangat dinantikan dalam upaya pencegahan, health education tentang pentingnya kesehatan pada ibu hamil menjadi faktor utama untuk menghindari terjadinya penyakit ini.
Oleh karena itu, penulis mengambil judul tentang “Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Penyakit Jantung Bawaan” untuk dijadikan bahan diskusi.

B.  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana konsep medis penyakit jantung bawaan?
2.      Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit jantung bawaan?
C.  Tujuan penulisan
1.        Tujuan Umum
Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit jantung bawaan.
2.        Tujuan Khusus
a.         Menjelaskan tentang konsep medis penyakit jantung bawaan
b.         Menjelaskan tentang konsep asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit jantung bawaan

D.  Maanfaat penulisan
1.        Bagi penulis, makalah ini dapat dijadikan sebagai sarana untuk mendalami pemahaman tentang konsep penyakit PJB (CHD) pada anak.

2.        Bagi pembaca, khususnya mahasiswa keperawatan dapat mengerti tentang konsep penyakit PJB (CHD) yang sesuai dengan standart kesehatan demi meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat dan dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian yang lebih lanjut serta dapat memberikan asuhan keperawatan kepada pasien anak dengan PJB (CHD) dengan baik.

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN (PJB)

A.    Konsep Medis Penyakit Jantung Bawaan
1.         Definisi
Kelainan Jantung Kongenital (CHD) adalah kelainan yang sudah ada sejak bayi lahir, jadi kelainan tersebut sudah terjadi sebelum bayi lahir. Tetapi kelainan ini tidak selalu memeberi gejala yang segera setelah bayi lahir. Tidak jarang kelainan tersebut baru muncul setelah bayi berusia beberapa bulan atau beberapa tahun (Ngastiyah, 2005).
Kelainan Jantung Kongenital (CHD) merupakan kelainan yang disebabkan gangguan perkembangan sistem kardiovaskuler pada embrio yang diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen (Ngastiyah, 2005).
Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir yang dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik. Ilmu yang mempelajari kelainan bawaan disebut dismorfologi (Effendi, 2006 dalam Neonatologi IDAI 2008).
2.      Klasifikasi PJB
a.       PJB Non Sianotik dengan Vaskularisasi  Paru Bertambah  
      Penyakit Jantung Bawaan (PJB) non sianotik adalah kelainan struktur dan fungsi jantung yang dibawa lahir yang tidak ditandai dengan sianosis; misalnya lubang di sekat jantung sehingga terjadi pirau dari kiri ke kanan, kelainan salah satu katup jantung dan penyempitan alur keluar ventrikel atau pembuluh darah besar tanpa adanya lubang di sekat jantung. Masing-masing mempunyai spektrum presentasi klinis yang bervariasi dari ringan sampai berat tergantung pada jenis dan beratnya kelainan serta tahanan vaskuler paru (Roebiono, 2003).
1)      Ventricular Septal Defect (VSD)
Pada VSD besarnya aliran darah ke paru ini selain tergantung pada besarnya lubang, juga sangat tergantung pada tingginya tahanan vaskuler paru. Makin rendah tahanan vaskuler paru makin besar aliran pirau dari kiri ke kanan. Pada bayi baru lahir dimana maturasi paru belum sempurna, tahanan vaskuler paru umumnya masih tinggi dan akibatnya aliran pirau dari kiri ke kanan terhambat walaupun lubang yang ada cukup besar. Tetapi saat usia 2–3 bulan dimana proses maturasi paru berjalan dan mulai terjadi penurunan tahanan vaskuler paru dengan cepat maka aliran pirau dari kiri ke kanan akan bertambah. Ini menimbulkan beban volume langsung pada ventrikel kiri yang selanjutnya dapat terjadi gagal jantung (Roebiono, 2003).
Pada pemeriksaan selain didapat pertumbuhan terhambat, anak terlihat pucat, banyak keringat bercucuran, ujung-ujung jari hiperemik, diameter dada bertambah, sering terlihat pembenjolan dada kiri. Tanda yang menonjol adalah nafas pendek dan retraksi pada jugulum, sela intrakostal dan region epigastrium. Pada anak yang kurus terlihat implus jantung yang hiperdinamik.
Penatalaksanaan pasien dengan VSD besar perlu ditolong dengan obat-obatan untuk mengatasi gagal jantung. Biasanya diberikan digoksin dan diuretik, misalnya lasix. Bila obat dapat memperbaiki keadaan, yang dilihat dengan membaiknya pernafasan dan bertambahnya berat badan, maka operasi dapat ditunda sampai usia 2-3 tahun. Tindakan bedah sangat menolong karena tanpa tindakan tesebut harapan hidup berkurang.
2)      Patent Ductus Arteriosus (PDA)
PDA adalah terdapatnya pembuluh darah fetal yang menghubungkan percabangan arteri pulmonalis sebelah kiri (left pulmonary artery) ke aorta desendens tepat di sebelah distal arteri subklavikula kiri. DAP terjadi bila duktus tidak menutup bila bayi lahir. Penyebab DAP bermacam-macam, bisa karena infeksi rubella pada ibu dan prematuritas.
Pada PDA kecil umumnya anak asimptomatik dan jantung tidak membesar. Sering ditemukan secara kebetulan saat pemeriksaan rutin dengan adanya bising kontinyu yang khas seperti suara mesin (machinery murmur) di area pulmonal, yaitu di parasternal sela iga 2–3 kiri dan di bawah klavikula kiri. Tanda dan gejala adanya aliran ke paru yang berlebihan pada PDA yang besar akan terlihat saat usia 1–4 bulan dimana tahanan vaskuler paru menurun dengan cepat. Nadi akan teraba jelas dan keras karena tekanan diastolik yang rendah dan tekanan nadi yang lebar akibat aliran dari aorta ke arteri pulmonalis yang besar saat fase diastolik. Bila sudah timbul hipertensi paru, bunyi jantung dua komponen pulmonal akan mengeras dan bising jantung yang terdengar hanya fase sistolik dan tidak kontinyu lagi karena tekanan diastolik aorta dan arteri pulmonalis sama tinggi sehingga saat fase diastolik tidak ada pirau dari kiri ke kanan. Penutupan PDA secara spontan segera setelah lahir sering tidak terjadi pada bayi prematur karena otot polos duktus belum terbentuk sempurna sehingga tidak responsif vasokonstriksi terhadap oksigen dan kadar prostaglandin E2 masih tinggi. Pada bayi prematur ini otot polos vaskuler paru belum terbentuk dengan sempurna sehingga proses penurunan tahanan vaskuler paru lebih cepat dibandingkan bayi cukup bulan dan akibatnya gagal jantung timbul lebih awal saat usia neonatus (Roebiono, 2003).
Penatalaksanaannya adalah karena neonatus tidak toleransi terhadap pembedahan, kelainan biasanya diobati dengan aspirin atau idomethacin yang menyebabkan kontraksi otot lunak pada duktus arteriosus. Ketika anak berusia 1-5 tahun, cukup kuat untuk dilakukan operasi. 

3)      Atrial Septal Defect (ASD)
Pada ASD presentasi klinisnya agak berbeda karena defek berada di septum atrium dan aliran dari kiri ke kanan yang terjadi selain menyebabkan aliran ke paru yang berlebihan juga menyebabkan beban volum pada jantung kanan. Kelainan ini sering tidak memberikan keluhan pada anak walaupun pirau cukup besar, dan keluhan baru timbul saat usia dewasa. Hanya sebagian kecil bayi atau anak dengan ASD besar yang simptomatik dan gejalanya sama seperti pada umumnya kelainan dengan aliran ke paru yang berlebihan yang telah diuraikan di atas. Auskultasi jantung cukup khas yaitu bunyi jantung dua yang terpisah lebar dan menetap tidak mengikuti variasi pernafasan serta bising sistolik ejeksi halus di area pulmonal. Bila aliran piraunya besar mungkin akan terdengar bising diastolik di parasternal sela iga 4 kiri akibat aliran deras melalui katup trikuspid. Simptom dan hipertensi paru umumnya baru timbul saat usia dekade 30 – 40 sehingga pada keadaan ini mungkin sudah terjadi penyakit obstruktif vaskuler paru (Roebiono, 2003).
Penatalaksanaan kelainan tersebut dapat ditutup dengan dijahit atau dipasang suatu graft pembedahan jantung terbuka, dengan prognosis baik
b.    PJB Non Sianotik dengan Vaskularisasi  Paru Normal  
1)   Aorta Stenosis (AS)
Aorta Stenosis derajat ringan atau sedang umumnya asimptomatik sehingga sering terdiagnosis secara kebetulan karena saat pemeriksaan rutin terdengar bising sistolik ejeksi dengan atau tanpa klik ejeksi di area aorta parasternal sela iga 2 kiri sampai ke apeks dan leher. Bayi dengan AS derajat berat akan timbul gagal jantung kongestif pada usia minggu minggu pertama atau bulan-bulan pertama kehidupannya. Pada AS yang ringan dengan gradien tekanan sistolik kurang dari 50 mmHg tidak perlu dilakukan intervensi. Intervensi bedah valvotomi atau non bedah Balloon Aortic Valvuloplasty harus segera dilakukan pada neonatus dan bayi dengan AS valvular yang kritis serta pada anak dengan AS valvular yang berat atau gradien tekanan sistolik 90 – 100 mmHg (Roebiono, 2003).
2)   Coarctatio Aorta (CoA)
Coartatio Aorta pada anak yang lebih besar umumnya juga asimptomatik walaupun derajat obstruksinya sedang atau berat. Kadang-kadang ada yang mengeluh sakit kepala atau epistaksis berulang, tungkai lemah atau nyeri saat melakukan aktivitas. Tanda yang klasik pada kelainan ini adalah tidak teraba, melemah atau terlambatnya pulsasi arteri femoralis dibandingkan dengan arteri brakhialis, kecuali bila ada PDA besar dengan aliran pirau dari arteri pulmonalis ke aorta desendens. Selain itu juga tekanan darah lengan lebih tinggi dari pada tungkai. Obstruksi pada AS atau CoA yang berat akan menyebabkan gagal jantung pada usia dini dan akan mengancam kehidupan bila tidak cepat ditangani. Pada kelompok ini, sirkulasi sistemik pada bayi baru lahir sangat tergantung pada pirau dari kanan ke kiri melalui PDA sehingga dengan menutupnya PDA akan terjadi perburukan sirkulasi sistemik dan hipoperfusi perifer (Roebiono, 2003).
Penatalaksanaan kelainan dapat dikoreksi dengan Balloon Angioplasty, pengangkatan bagian aorta yang berkontriksi atau anastomi bagian akhir, atau dengan cara memasukkan suatu graf.

3)   Pulmonal Stenosis (PS)
Status gizi penderita dengan PS umumnya baik dengan pertambahan berat badan yang memuaskan. Bayi dan anak dengan PS ringan umumnya asimptomatik dan tidak sianosis sedangkan neonatus dengan PS berat atau kritis akan terlihat takipnu dan sianosis. Penemuan pada auskultasi jantung dapat menentukan derajat beratnya obstruksi. Pada PS valvular terdengar bunyi jantung satu normal yang diikuti dengan klik ejeksi saat katup pulmonal yang abnormal membuka. Klik akan terdengar lebih awal bila derajat obstruksinya berat atau mungkin tidak terdengar bila katup kaku dan stenosis sangat berat. Bising sistolik ejeksi yang kasar dan keras terdengar di area pulmonal. Bunyi jantung dua yang tunggal dan bising sistolik ejeksi yang halus akan ditemukan pada stenosis yang berat (Roebiono, 2003).
Penatalaksanaan kelainan stenosis dikoreksi dengan pembedahan pada katup yang dilakukan pada saat anak berusia 2-3 tahun.

c.       PJB Sianotik
Sesuai dengan namanya manifestasi klinis yang selalu terdapat pada pasien dengan PJB sianotik adalah sianosis. Sianosis adalah warna kebiruan pada mukosa yang disebabkan oleh terdapatnya >5mg/dl hemoglobin tereduksi dalam sirkulasi. Deteksi terdapatnya sianosis antara lain tergantung kepada kadar hemoglobin (Prasodo, 1994).
1)      Tetralogy of Fallot (ToF)
Tetralogy of Fallot merupakan salah satu lesi jantung yang defek primer adalah deviasi anterior septum infundibular. Konsekuensi deviasi ini adalah obstruksi aliran darah ke ventrikel kanan (stenosis pulmoner), defek septum ventrikel, dekstroposisi aorta, hipertrofi ventrikuler kanan. Anak dengan derajat yang rendah dari obstruksi aliran ventrikel kanan menimbulkan gejala awal berupa gagal jantung yang disebabkan oleh pirau kiri ke kanan di ventrikel. Sianosis jarang muncul saat lahir, tetapi dengan peningkatan hipertrofi dari infundibulum ventrikel kanan dan pertumbuhan pasien, sianosis didapatkan pada tahun pertama kehidupan. Sianosis terjadi terutama di membran mukosa bibir dan mulut, di ujung ujung jari tangan dan kaki. Pada keadaan yang berat, sianosis langsung ditemukan (Bernstein, 2007).
Setain itu juga tampak tanda-tanda dyspnea, bayi berukuran kecil dan berat badan kurang. Bersamaan dengan pertambahan usia, bayi diobservasi secara teratur, serta diusahakan untuk mencegah terjadinya dyspne. Bayi mudah mengalami infeksi saluran pernafasan atas. Diagnosa berdasarkan pada gejala-gejala klinis, murmur jantung, ecg foto rongent dan kateterisai jantung.
Penatalaksanaan pembedahan paliatif dilakukan pada usia awal anak-anak, untuk mernenuhi peningkatan kebutuhan oksigen dalam masa pertumbuhan. Pembedahan berikutnya pada masa usia sekolah, bertujuan untuk koreksi secara permanent. Dua pendekatan paliatif adalah dengan cara Blalock-Tausing, dilakukan pada ananostomi ujung ke sisi sub ciavikula kanan atau arteri karotis menuju arteri pulmonalis kanan. Secara Waterson dikerjakan pada sisi ke sisi anastonosis dari aorta assenden, menuju arteri pulmonalis kanan, tindakan ini meningkatakan darah yang teroksigenasi dan membebaskan gejala-gejala penyakit jantung sianosis.
2)      Pulmonary Atresia with Intact Ventricular Septum
Saat duktus arteriosus menutup pada hari-hari pertama kehidupan, anak dengan Pulmonary Atresia with Intact Ventricular Septum mengalami sianosis. Jika tidak ditangani, kebanyakan kasus berakhir dengan kematian pada minggu awal kehidupan. Pemeriksaan fisik menunjukkan sianosis berat dan distress pernafasan. Suara jantung kedua terdengar kuat dan tunggal, seringnya tidak terdengar suara murmur, tetapi terkadang murmur sistolik atau yang berkelanjutan dapat terdengar setelah aliran darah duktus (Bernstein, 2007).
3)      Tricuspid Atresia
Sianosis terjadi segera setelah lahir dengan dengan penyebaran yang bergantung dengan derajat keterbatasan aliran darah pulmonal. Kebanyakan pasien mengalami murmur sistolik holosistolik di sepanjang tepi sternum kiri. Suara jantung kedua terdengar tunggal. Diagnosis dicurigai pada 85% pasien sebelum usia kehamilan 2 bulan. Pada pasien yang lebih tua didapati sianosis, polisitemia, cepat lelah, dan sesak nafas saat aktivitas berat kemungkinan sebagai hasil dari penekanan pada aliran darah pulmonal. Pasien dengan Tricuspid Atresia berisiko mengalami penutupan spontan VSD yang dapat terjadi secara cepat yang ditandai dengan sianosis (Bernstein, 2007).
3.      Etiologi
Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat diketahui secara pasti, Lebih dari 90 % kasus penyakit jantung bawaan penyebabnnya adalah multifaktorial, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian penyakit jantung bawaan :
a.    Faktor Prenatal :
1)   Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella.
2)   Ibu alkoholisme.
3)   Umur ibu lebih dari 40 tahun.
4)   Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan insulin.
5)   Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu.
b.    Faktor Genetik :
1)   Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan.
2)   Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan.
3)   Kelainan kromosom seperti Sindrom Down.
4)   Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.
c.    Faktor Lingkungan
1)   Radiasi
2)   Gizi ibu yang jelek
3)   Kecanduan obat-obatan dan
4)   Alcohol juga mempengaruhi perkembangan embrio

(Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita, 2001 ; 109)
4.      Manifestasi Klinis
a.    Infants
1)        Dyspnea
2)        Difficulty breathing (Kesulitan Bernafas)
3)        Pulse rate over 200 beats/mnt (Nadi lebih dari 200 kali/menit)
4)        Recurrent respiratory infections (infeksi saluran nafas yang berulang)
5)        Failure to gain weight (kesulitan penambahan berat badan)
6)        Heart murmur
7)        Cyanosis
8)        Cerebrovasculer accident/ CVA
9)        Stridor and choking spells/ mencekik.
b.    Children
1)        Dyspnea
2)        Poor physical development ( perkembangan fisik yang kurang)
3)        Decrease exercise tolerance (aktitas menurun)
4)        Recurrent respiratory infections (infeksi saluran nafas yang berulang)
5)        Heart murmur and thrill
6)          Cyanosis
7)        Squatting
8)        Clubbing of fingers and toes
9)          Elevated blood pressure (tekanan darah tinggi).

(http://id.scribd.com/doc/61747139/LP-PJB. 2 Februari 2014, pukul 10.10)
5.      Patofisiologi
            Secara fisiologis sirkulasi paru akan membawa darah yang telah teroksigenasi meninggalkan paru dan akan masuk kembali ke dalam siklus jantung untuk dialirkan kembali keseluruh tubuh guna memenuhi kebutuhan nutrisi dan oksigen seluruh organ-organ vital dalam tubuh.
            Sedangkan secara patofisiologi pada kelompok ini terdapat defek pada dinding pemisah antara ventrikel kiri dan kanan sehingga dapat menimbulkan peralihan (shunt) darah yang telah teroksigenasi penuh akan kembali ke paru-paru.
            Arah dan besar shunt tersebut bergantung pada ukuran defek dan tekanan relatif pulmonal dan sistemik serta tahanan vaskuler pulmonal dan sistemik. Normalnya, tahanan arteriol pulmonal janin yang tinggi akan menurun dengan cepat pada pernapasan dan pada umur jam-jam pertama neonatus, kemudian penurunan lebih perlahan-lahan dan stabil pada setingkat dewasa sekitar umur 3-6 bulan. Pemajanan yang lama sirkulasi pulmonal pada tekanan dan aliran darah yang tinggi akan menyebabkan kenaikan tahanan vaskuler pulmonal sedikit demi sedikit. Seiring berjalannya waktu dan bertambahnya usia neonatus tahanan vaskuler pulmonal akan menurun akibatnya shunt darah dari kiri ke kanan yang melalui defek tersebut akan mulai dan bertambah besar, sehingga menyebabkan bertambahnya volume darah dalam paru dan mengakibatkan menurunkan kelenturan paru dan menaikkan kerja pernapasan. Kejadian ini disebut pirau (shunt) kiri ke kanan.
            Peningkatan volume paru yang berlebihan akan menyebabkan cairan tersebut bocor ke dalam sela intertisial dan alveoli sehingga menimbulkan edema paru dan akan menimbulkan gejala seperti takipneu, retraksi dada, pernapasan cuping hidung dan mengi. Akibat dari edema paru ini menyebabkan volume dalam ventrikel kiri berkurang dan untuk tetap mempertahankan tingkat curah ventrikel kiri yang tinggi, frekuensi jantung dan volume sekuncup dinaikkan yang diperantarai oleh aktivitas sistem saraf simpatis mengaktivasi katekolamin dalam sirkulasi, bersama dengan bertambahnya kerja pernapasan mengakibatkan kenaikan konsumsi oksigen total tubuh, sering diluar kemampuan transport oksigen sirkulasi sehingga menimbulkan gejala tambahan seperti berkeringat, iritabel, takikardi dan gagal tumbuh.
            Sebaliknya pada obstruksi arteri pulmonalis dan defek septum ventrikel tekanan rongga jantung kanan akan lebih tinggi dari tekanan rongga jantung kiri sehingga darah dari ventrikel kanan yang miskin akan oksigen mengalir melalui defek tersebut ke ventrikel kiri yang kaya akan oksigen, keadaan ini disebut dengan pirau (shunt) kanan ke kiri yang dapat berakibat kurangnya kadar oksigen pada sirkulasi sistemik. Kadar oksigen yang terlalu rendah akan menyebabkan sianosis. Kelainan jantung bawaan pada umumnya dapat menyebabkan hal-hal sebagai berikut :
1)   Peningkatan kerja jantung, dengan gejala: kardiomegali, hipertrofi, takhikardia.
2)   Curah jantung yang rendah, dengan gejala: gangguan pertumbuhan, intoleransi terhadap aktivitas.
3)   Hipertensi pulmonal, dengan gejala: dispnea, takhipnea.
4)   Penurunan saturasi oksigen arteri, dengan gejala: polisitemia, asidosis, sianosis.
6.      Pathways
Terlampir

7.      Pemeriksaan Diagnostik
a.       Foto Thorak : Atrium dan ventrikel kiri membesar secara signifikan (kardiomegali), gambaran vaskuler paru meningkat
b.      Ekhokardiografi : Rasio atrium kiri tehadap pangkal aorta lebih dari 1,3:1 pada bayi cukup bulan atau lebih dari 1,0 pada bayi praterm (disebabkan oleh peningkatan volume atrium kiri sebagai akibat dari pirau kiri ke kanan)
c.       Pemeriksaan dengan Doppler berwarna : digunakan untuk mengevaluasi aliran darah dan arahnya.
d.      Elektrokardiografi (EKG) : bervariasi sesuai tingkat keparahan, pada PDA kecil tidak ada abnormalitas, hipertrofi ventrikel kiri pada PDA yang lebih besar.
e.       Kateterisasi jantung : hanya dilakukan untuk mengevaluasi lebih jauh hasil ECHO atau Doppler yang meragukan atau bila ada kecurigaan defek tambahan lainnya.
(Betz & Sowden, 2002 ;377)
8.      Penatalaksanaan Medis
a.       Penatalaksanaan Konservatif : Restriksi cairan dan bemberian obat-obatan: Furosemid (lasix) diberikan bersama restriksi cairan untuk meningkatkan diuresis dan mengurangi efek kelebihan beban kardiovaskular, Pemberian indomethacin (inhibitor prostaglandin) untuk mempermudah penutupan duktus, pemberian antibiotik profilaktik untuk mencegah endokarditis bakterial.
b.      Medik: atasi gizi, infeksi dan kegagalan jantung. Pada kasus dengan defek kecil  dan perkembangan baik tidak memerlukan operasi.
c.       Pembedahan berupa banding, penutupan defek. 
1)   Operasi paliatif: berupa banding (penyempitan) arteri pulmonalis untuk mengurangi aliran darah ke paru. Setelah dilakukan banding kelak harus diikuti dengan operasi penutupan defek sekaligus dengan membuka penyempitan arteri pulmonalis.
2)   Penutupan defek septum ventrikel. Operasi dilakukan dengan sternotomi median, dengan bantuan mesin jantung-paru.
9.      Komplikasi
a.       Endokarditis
b.      Obstruksi pembuluh darah pulmonal
c.       CHF
d.      Hepatomegali (jarang terjadi pada bayi prematur)
e.       Enterokolitis nekrosis
f.       Gangguan paru yang terjadi bersamaan (misalnya sindrom gawat nafas atau displasia bronkkopulmoner)
g.      Perdarahan gastrointestinal (GI), penurunan jumlah trombosit
h.      Hiperkalemia (penurunan keluaran urin.
i.        Aritmia
j.        Gagal tumbuh
(Betz & Sowden, 2002 ; 376-377, Suriadi, Rita Yuliani, 2001 ; 236)

B.     Konsep Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Penyakit Jantung Kongenital
1.    Pengkajian
a.    Identitas
1)        Usia
Perlu dikaji pada usia berapa gejala mulai muncul.
2)        Jenis kelamin
Laki – laki dan perempuan mempunyai peluang yang sama dalam hal terjadinya penyakit jantung bawaan.
3)        Pekerjaan / beraktivitas
Pada umumnya anak akan merasa sesak pada saat beraktivitas.
                       b.     Keluhan Utama
        Keluhan orang tua pada waktu membawa anaknya ke dokter tergantung dari jenis dan derajat defek yang terjadi baik pada ventrikel maupun atrium, tapi biasanya terjadi sesak, pembengkakan pada tungkai dan berkeringat banyak.
        Menanyakan adanya keluhan-keluhan utama yang dirasakan  : nadi kecil dan tidak teratur , berdebar-debar, sesak nafas, nyeri dada, kelelahan, kejang-kejang, keringat berlebihan.
                       c.     Riwayat kesehatan masa lalu
        Menanyakan tentang penyakit-penyakit yang berhubungan lansung dengan system kardio vascular. Tanyakan kepada pasien adanya riwayat nyeri dada , nafas pendek, alkoholik, anemia, demam rematik, sakit tenggorokan yang di sebabkan streptococcus, penyakit jantung bawaan, stroke, pingsan hipertensi, thromboplebitis, nyeri yang hilang timbul, varises dan oedema.
                      d.     Riwayat kehamilan
        Menanyakan tentang penyakit yang pernah diderita selama periode antenatal. Infeksi rubella  dapat menyebabkan cacat pada jantung bayi, terkenal sebagai sindrom rubella yaitu PDA, tuli dan katarak. SLE (Sistemic Lupus Eritematosus) dapat menimbulkan blokade jantung total pada bayi. Diabetes Mellitus juga dapat menyebabkan terjadinya kardiomiopati pada bayi yang dikandung.
                       e.     Riwayat Kesehatan Keluarga
        Menanyakan adanya PJB pada keluarga, baik dengan abnormalitas kromosom, misalnya Down Syndrom.
                        f.     Riwayat Pengobatan
        Tanyakan kepada pasien tentang pengobatan yang pernah pasien jalani seperti pemakaian aspirin. Pengkajian pengobatan harus di tuliskan nama dari obatnya dan pasien mengerti tentang kegunaan dan efek sampingnya. Adapun obat-obat yang dapat mempengaruhi system kardiovaskuler seperti : anticonvulsants, antidepressant, antipsychotics, cerebral stimulants, cholinergics, estrogens, nonnarcotic analgesics dan antipyretics, oral contraceptives, sedatives and hypnotics, spasmolytics. Kebiasaan mengkonsumsi jamu tradisional, merokok dan alkohol juga perlu dikaji.
                       g.     Riwayat pembedahan
        Pasien juga harus ditanyakan secara spesifik tentang pembedahan yang pernah di jalani, perawatan rumah sakit yang berhubungan dengan kardiovaskuler. Hasil-hasil data diagnostic yang pernah di lakukan selama perwatan harus lebih di kaji. Harus di catat dimana ECG dan foto rontgen dapat dijadikan data dasar.

                       h.     Pengkajian Pola Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual (Virginia Handerson)
1.         Pola respirasi
Kaji adanya dyspnea, napas cepat dan dalam, klien  sering berjongkok dalam beberapa waktu sebelum ia berjalan kembali.
2.         Pola nutrisi
Kaji adanya anoreksia, gangguan pada pertambahan tinggi badan pada anak dikarenakan keadaan gizi kurang dari kebutuhan normal, berat badan menurun, pertumbuhan dan perkembangan tidak sesuai dengan usia klien.
3.         Pola eliminasi
Kaji  adanya perubahan dalam eliminasi urin dan defekasi.
4.         Pola aktivitas
Kaji adanya kelelahan dan dyspnea karena hal ini sering terjadi bila klien melakukan aktivitas fisik.
5.         Kebutuhan istirahat dan tidur
Kaji adanya gangguan istirahat tidur seperti keluhan insomnia, hal ini dikarenakan adanya dyspnea paroxysmal.
6.         Kebutuhan rasa aman dan nyaman
Kaji adanya keluhan nyeri dada.
7.         Kebutuhan personal hygiene
Kaji kemampuan klien dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene berkaitan dengan kelemahan yang dialami.
8.         Mempertahankan temperatur tubuh
Kaji pengetahuan klien dan keluarga mengenai teknik mempertahankan temperatur tubuh dan mengatasi masalah demam yang mungkin terjadi.
9.         Pola komunikasi dan sosial
Kaji kemampuan klien dalam bersosialisasi dan kaji perubahan yang terjadi akibat perasaan rendah diri akibat diasingkan oleh lingkungan sekitar.
10.     Kebutuhan bekerja
Kaji perubahan yang dialami klien dalam hal bekerja berupa keterbatasan dalam beraktivitas akibat kelemahan dan dyspnea.
11.     Kebutuhan bermain/rekreasi
Kaji adanya perubahan dalam bermain/berekreasi dan bagaimana cara klien dan keluarga memodifikasi lingkungan menjadi nyaman.
12.     Kebutuhan berpakaian
Kaji adanya perubahan cara berpakaian klien dan bagaimana cara klien berpakaian untuk mengatasi sianosis dan dyspnea yang terjadi.
13.     Kebutuhan belajar
Kaji pengetahuan klien dan keluarga mengenai penyakit yang diderita oleh klien.
14.     Kebutuhan spiritual
Kaji adanya perubahan dalam beribadah dan bagaimana pandangan klien terthadap penyakit yang dialami dan bagaimana cara klien menyikapinya.

                         i.     Pemeriksaan Fisik
1)        Keadaan umum.
a)        Pasien tampak lemah / cukup baik / tampak sakit berat / tampak sesak.
b)        Kesadaran penderita komposmentis, apatis, somnalens, sopor,soporokoma atau koma.
2)      Tanda-tanda vital, meliputi:
a)        Tekanan darah :
b)        Denyut nadi : takikardia
c)        Suhu tubuh : normal, apabila tidak ada infeksi
d)       Respirasi rate : takipneu, dispneu
3)      Pemeriksaan head to toe
a)        Kepala
Tidak ada penambahan lingkar kepala (LILA) karena gangguan tumbuh kembang. Oedem wajah, anemis, sianosis pada mukosa bibir, clubbing finger tampak setelah usia 6 bulan.
b)        Leher
Terdapat pembesaran vena jugularis
c)        Dada / thorax
Inspeksi:
Terdapat otot bantu nafas retraksi interkostae, deformitas dada, ekskursi pernapasan (takipnea, dispnea, adanya dengkur ekspirasi).
Palpasi:
Septal Defect/Defek Septum Atrium (ASD) aktivitas ventrikel kanan jelas teraba di parasternal kanan dan thrill di sela iga II atau III kiri
Auskultasi:
Septal Defect/Defek Septum Atrium (ASD). Pada tipe ostium sekundum dan sinus venosus terdengar bising ejeksi sistolik di daerah sela iga 2 atau 3 pinggir sternum kiri disertai fixed splitting bunyi jantung II. Hal ini menggambarkan penambahan aliran darah melalui katup pulmonal. Kadang – kadang terdapat juga bising awal diastolik pada garis sterna bagian bawah yang menggambarkan penambahan aliran di katup trikuspid.
     Pada auskultasi jantung terdeteksi adanya murmur jantung.
Frekwensi dan irama jantung menunjukkan deviasi bunyi dan intensitas jantung yang membantu melokalisasi defek jantung.
auskultasi pada paru-paru menunjukkan ronki kering kasar.
pada auskultasi tekanan darah terjadi penyimpangan dibeberapa kondisi jantung (mis; ketidaksesuaian antara ekstremitas atas dan bawah)
d)       Abdomen
Teraba adanya pembesaran hepar (hepatomegali) / splenomegali
e)        Genetalia
Terjadi oliguri
f)         Anus
g)        Ekstremitas dan kulit
Terjadi sianosis perifer hingga sianosis central, diaphoresis, oedem tungkai, kelemahan, ujung – ujung jari hiperemik. Pada pasien tertentu seperti pada Tetralogi Fallot anak sering jongkok setelah lelah berjalan.

                        j.     Pemeriksaan Diagnostik
1)   Pemeriksaan laboratorium
Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht) akibat saturasi oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin dipertahankan 16-18 gr/dl dan hematokrit antara 50-65 %. Nilai BGA menunjukkan peningkatan tekanan partial karbondioksida (PCO2), penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) dan penurunan PH.pasien dengan Hn dan Ht normal atau rendah mungkin menderita defisiensi besi.
2)   Radiologis
Sinar X pada thoraks menunjukkan penurunan aliran darah pulmonal, tidak ada pembesaran jantung . gambaran khas jantung tampak apeks jantung terangkat sehingga seperti sepatu.
3)   Elektrokardiogram
Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan. Tampak pula hipertrofi ventrikel kanan. Pada anak besar dijumpai P pulmonal.
4)   Ekokardiografi
Memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta dengan dilatasi ventrikel kanan,penurunan ukuran arteri pulmonalis & penurunan aliran darah ke paru-paru
5)   Kateterisasi
Diperlukan sebelum tindakan pembedahan untuk mengetahui defek septum ventrikel multiple, mendeteksi kelainan arteri koronari dan mendeteksi stenosis pulmonal perifer. Mendeteksi adanya penurunan saturasi oksigen, peningkatan tekanan ventrikel kanan, dengan tekanan pulmonalis normal atau rendah.
2.      Diagnosa Keperawatan
a.    Gangguan pertukaran gas b.d gangguan pada jaringan paru akibat edema paru
b.    Penurunan kardiak output b.d sirkulasi yang tidak efektif sekunder dengan adanya malformasi jantung
c.    Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan fungsi pompa
d.   Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d peningkatan kebutuhan kalori,penurunan nafsu makan
e.    Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan ketidakcukupan nutrisi untuk regenerasi dan perkembangan sel-sel tubuh
f.     Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
g.    Perubahan peran orang tua b.d hospitalisasi anak, kekhawatiran terhadap penyakit anak.
3.      Intervensi Keperawatan
a.    Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan pada jaringan paru akibat edema paru.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien menunjukkan mekanisme pertukaran gas yang baik.
Kriteria hasil:
1)        Tidak terdapat dyspnea, tarikan dinding dada dan PCH tidak ada atau berkurang
2)        Tidak terdapat suara napas tambahan
3)        Blood gas dalam batas normal
Intervensi:       
1)        Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan setiap 1 jam. Catat ketidakteraturan pernapasan, pantau kepatenan oksigenasi
2)        Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara tambahan yang tidak normal misal: ronkhi, wheezing, krekel.
3)        Lakukan tes uji BGA.
b.    Penurunan kardiac output b.d sirkulasi yang tidak efektif sekunder dengan adanya malformasi jantung
Tujuan : Anak dapat mempertahankan kardiak output yang adekuat.
Kriteria hasil
1)      Tanda-tanda vital normal sesuai umur
2)      Tidak ada : dyspnea, napas cepat dan dalam, sianosis, gelisah/letargi, takikardi, mur-mur.
3)      Pasien komposmentis
4)      Akral hangat
5)      Pulsasi perifer kuat dan sama pada kedua ekstremitas
6)      Capilary refill time < 3 detik
7)      Urin output 1-2 ml/kgBB/jam
Intervensi :
1)     Monitor tanda vital,pulsasi perifer,kapilari refill dengan membandingkan pengukuran pada kedua ekstremitas dengan posisi berdiri, duduk dan tiduran jika memungkinkan
2)     Kaji dan catat denyut apikal selama 1 menit penuh
3)     Observasi adanya serangan sianotik
4)     Berikan posisi knee-chest pada anak
5)     Observasi adanya tanda-tanda penurunan sensori : letargi,bingung dan disorientasi
6)     Monitor intake dan output secara adekuat
7)     Sediakan waktu istirahat yang cukup bagi anak dan dampingi anak pada saat melakukan aktivitas
8)     Sajikan makanan yang mudah di cerna dan kurangi konsumsi kafeine.
9)     Kolaborasi dalam: pemeriksaan serial ECG, foto thorax, pemberian obat-obatan anti disritmia
10) Kolaborasi pemberian oksigen
11) Kolaborasi pemberian cairan tubuh melalui infuse
c.       Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan fungsi pompa.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan dapat mempertahankan tingkat kesadaran, kognisi, dan fungsi motorik/sensori.
Kriteria hasil:
1)   Tanda vital stabil
2)   tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
3)   tingkat kesadaran mambaik.
4)   Saturasi oksigen normal
Intervensi:
1)   Pantau/catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar GCS.
2)   Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, respon terhadap cahaya.
3)   Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi, frekuensi nafas, suhu.
4)   Bantu pasien untuk menghindari/membatasi batuk, muntah, mengejan.
5)   Tinggikan kepala pasien 15-45 derajat.
6)   Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
d.      Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d fatiq selama makan dan peningkatan kebutuhan kalori,penurunan nafsu makan.
Tujuan:
Anak dapat makan secara adekuat dan cairan dapat dipertahankan sesuai dengan berat badan normal dan pertumbuhan normal.
Kriteria hasil :
1)   Anak menunjukkan penambahan BB sesuai dengan umur
2)   Peningkatan toleransi makan.
3)   Anak dapat menghabiskan porsi makan yang disediakan
4)   Hasil lab tidak menunjukkan tanda malnutrisi. Albumin,Hb
5)   Mual muntah tidak ada
6)   Anemia tidak ada.
Intervensi :
1)      Timbang berat badan anak setiap pagi tanpa diaper pada alat ukur yang sama, pada waktu yang sama dan dokumentasikan.
2)      Catat intake dan output secara akurat
3)      Berikan makan sedikit tapi sering untuk mengurangi kelemahan disesuaikan dengan aktivitas selama makan (menggunakan terapi bermain)
4)      Berikan perawatan mulut untuk meningktakan nafsu makan anak
5)      Berikan posisi jongkok bila terjadi sianosis pada saat makan
6)      Gunakan dot yang lembut bagi bayi dan berikan waktu istirahat di sela makan dan sendawakan
7)      Gunakan aliran oksigen untuk menurunkan distress pernafasan yang dapat disebabkan karena tersedak
8)      Berikan formula yang mangandung kalori tinggi yang sesuaikan dengan kebutuhan
9)      Batasi pemberian sodium jika memungkinkan
10)  Bila ditemukan tanda anemia kolaborasi pemeriksaan laboratorium
e.       Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan ketidakcukupan nutrisi untuk regenerasi dan perkembangan sel-sel tubuh.
Tujuan:
Anak dapat mengalami pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan kurva pertumbuhan atau perkembangan dan mampu melakukan aktivitas yang sesuai dengan usianya.
Kriteria hasil:
1)   Pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan usia anak. 1. Berikan diet/nutrisi yang cukup.
2)   Monitor pertumbuhan dan perkembangan.
3)   Berikan suplemen besi.
4)   Berikan kebebasan anak mengekspresikan aktivitasnya dan membantu anak untuk melakukan tugas perkembangan sesuai usianya
Intervensi :
1)   Kaji tingkat tumbuh kembang anak
2)   Berikan stimulasi tumbuh kembang, ativitas bermain, game, nonton TV, puzzle, menggambar, dan lain-lain sesuai kondisi dan usia anak.
3)   Libatkan keluarga agar tetap memberikan stimulasi selama dirawat
f.       Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
Tujuan : Anak menunjukan peningkatan kemampuan dalam melakukan aktivitas (tekanan darah, nadi, irama dalam batas normal) tidak adanya angina.
Kriteria hasil :
1)        Tanda vital normal sesuai umur
2)        Anak mau berpartisipasi dalam setiap kegiatan yang dijadwalkan
3)        Anak mencapai peningkatan toleransi aktivitas sesuai umur
4)        Fatiq dan kelemahan berkurang
5)        Anak dapat tidur dengan lelap
Intervensi :
1)      Catat irama jantung, tekanan darah dan nadi sebelum, selama dan sesudah melakukan aktivitas.
2)      Anjurkan pada pasien agar lebih banyak beristirahat terlebih dahulu.
3)      Anjurkan pada pasien agar tidak “ngeden” pada saat buang air besar.
4)      Jelaskan pada pasien tentang tahap- tahap aktivitas yang boleh dilakukan oleh pasien.
5)      Tunjukan pada pasien tentang tanda-tanda fisik bahwa aktivitas melebihi batas
6)      Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan ADL dan dukung kearah kemandirian anak sesui dengan indikasi
7)      Jadwalkan aktivitas sesuai dengan usia, kondisi dan kemampuan anak.
g.      Perubahan peran orang tua b.d hospitalisasi anak, kekhawatiran terhadap penyakit anak.
Tujuan : Memberikan support pada orang tua
Kriteria hasil :
1)   Orang tua akan mengekspresikan perasaannya akibat memiliki anak dengan kelainan jantung
2)   Orang tua akan mendiskusikan rencana pengobatan, dan memiliki keyakinan bahwa orang tua memiliki peranan penting dalam keberhasilan pengobatan.
Intervensi:
1)   Ajarkan keluarga / orang tua untuk mengekspresikan perasaannya karena memiliki anak dengan kelainan jantung, mendiskudikan rencana pengobatan, dan memiliki peranan penting dalam keberhasilan pengobatan
2)   Ekplorasi perasaan orang tua mengenai perasaan ketakutan, rasa bersalah, berduka, dan perasaan tidak mampu
3)   Mengurangi ketakutan dan kecemasan orang tua dengan memberikan informasi yang jelas
4)   Libatkan orang tua dalam perawatan anak selama di rumah sakit
5)    Berikan dorongan kepada keluarga untuk melibatkan anggota keluarga lain dalama perawatan anak.

4.      Evaluasi
a.    Anak akan menunjukkan tanda-tanda membaiknya curah jantung
b.    Anak akan menunjukkan tanda-tanda tidak adanya peningkatan resistensi pembuluh paru
c.    Anaka akan mempertahankan tingkat aktivitas yang adekuat
d.   Anak akan tumbuh sesuai dengan kurva pertumbuhan berat dan tinggi badan
e.    Anak akan mempertahankan intake makanan dan minuman untuk mempertahankan berat badan dan menopang pertumbuhan
f.     Orang tua akan mengekspresikan perasaannya akibat memiliki anak dengan kelainan jantung, mendiskusikan rencana pengobatan, dan memiliki keyakinan bahwa orang tua memiliki peranan penting dalam keberhasilan pengobatan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar