ASUHAN
KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN (PJB)
![]() |
MAKALAH
Disusun
untuk Memenuhi Tugas Individu pada
Mata Kuliah Keperawatan Anak yang Diampu oleh Lucia Endang Hartati, SKp, MN
Oleh :
DESY NOERYANI ABDILLAH
P17420112089
2A3
PRODI DIII
KEPERAWATAN SEMARANG
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG
SEMARANG
2013/2014
KATA PENGANTAR
Penyusun memanjatkan puji syukur ke
hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan karunianya penyusun dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “ Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Penyakit Jantung
Bawaan (PJB) ”. Makalah ini disusun sebagai salah
satu bentuk tugas mata kuliah Keperawatan Anak .
Dalam penyusunan makalah ini penyusun mendapat bimbingan dan
dukungan dari berbagai pihak, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah
tepat pada waktunya.
Untuk itu pada kesempatan ini penyusun
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak dan Ibu selaku kedua orang tua
penyusun yang telah memberikan dukungan baik moral maupun materiil.
2. Ibu
Lucia Endang Hartati, SKp, MN selaku dosen koordinator mata kuliah Keperawatan
Anak
3. Semua pihak yang telah ikut membantu penyusunan makalah ini
yang tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu.
Penyusun menyadari bahwa makalah
ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran
sangat penyusun harapkan demi kesempurnaan penyusunan makalah
ini. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi para pembaca khususnya bagi penyusun
sendiri. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa meridhoi segala usaha
kita. Amin.
Semarang, Februari
2014
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang..................................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah................................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan ................................................................................. 2
D. Manfaat Penulisan............................................................................... 2
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Konsep Medis Penyakit Jantung Bawaan.......................................... 3
B.
Konsep Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan PJB..................... 15
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan........................................................................................ 28
B. Saran 28
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan
penyakit dengan kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung
yang dibawa dari lahir yang terjadi akibat adanya gangguan atau kegagalan
perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin. Ada 2 golongan
besar PJB, yaitu non sianotik (tidak biru) dan sianotik (biru) yang
masing-masing memberikan gejala dan memerlukan penatalaksanaan yang berbeda.
Angka kejadian PJB dilaporkan
sekitar 8–10 bayi dari 1000 kelahiran hidup dan 30 % diantaranya telah
memberikan gejala pada minggu-minggu pertama kehidupan. Bila tidak terdeteksi
secara dini dan tidak ditangani dengan baik, 50% kematiannya akan terjadi pada
bulan pertama kehidupan. Menurut American Heart Association, sekitar 35.000 bayi lahir tiap tahunnya
dengan beberapa jenis defek jantung bawaan. PJB bertanggung
jawab terhadap lebih banyak kematian pada kehidupan tahun pertama bayi dari
pada defek congenital lain. Sedangkan di Amerika Utara dan Eropa, PJB terjadi pada 0,8% populasi,
membuat PJB menjadi kateri yang paling banyak dalam malformasi struktur
kongenital.
Di negara maju hampir semua jenis
PJB telah dideteksi dalam masa bayi bahkan pada usia kurang dari 1 bulan,
sedangkan di negara berkembang banyak yang baru terdeteksi setelah anak lebih
besar, sehingga pada beberapa jenis PJB yang berat mungkin telah meninggal
sebelum terdeteksi. Pada beberapa jenis PJB tertentu sangat diperlukan
pengenalan dan diagnosis dini agar segera dapat diberikan pengobatan serta
tindakan bedah yang diperlukan. Untuk memperbaiki pelayanan di Indonesia, selain
pengadaan dana dan pusat pelayanan kardiologi anak yang adekuat, diperlukan
juga kemampuan deteksi dini PJB dan pengetahuan saat rujukan yang optimal oleh
para dokter umum yang pertama kali berhadapan dengan pasien.
Mengurangi insiden terjadinya PJB
dapat dilakukan oleh semua pihak, keluarga, terutama ibu dan tenaga kesehatan.
Peran perawat akan sangat dinantikan dalam upaya pencegahan, health education tentang pentingnya kesehatan pada ibu hamil menjadi faktor utama untuk
menghindari terjadinya penyakit ini.
Oleh karena itu, penulis mengambil
judul tentang “Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Penyakit Jantung Bawaan”
untuk dijadikan bahan diskusi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep medis penyakit jantung bawaan?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada anak dengan
penyakit jantung bawaan?
C. Tujuan penulisan
1.
Tujuan Umum
Makalah
ini bertujuan untuk menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada anak dengan
penyakit jantung bawaan.
2.
Tujuan Khusus
a.
Menjelaskan tentang konsep medis
penyakit jantung bawaan
b.
Menjelaskan tentang konsep asuhan
keperawatan pada anak dengan penyakit jantung bawaan
D. Maanfaat penulisan
1.
Bagi penulis, makalah ini dapat dijadikan sebagai sarana
untuk mendalami pemahaman tentang konsep penyakit PJB (CHD) pada anak.
2.
Bagi pembaca, khususnya mahasiswa keperawatan dapat
mengerti tentang konsep penyakit PJB (CHD) yang sesuai dengan standart
kesehatan demi meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat dan dapat
dijadikan sebagai referensi untuk penelitian yang lebih lanjut serta dapat memberikan
asuhan keperawatan kepada pasien anak dengan PJB (CHD) dengan baik.
BAB II
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN (PJB)
A. Konsep
Medis Penyakit Jantung Bawaan
1.
Definisi
Kelainan Jantung Kongenital (CHD)
adalah kelainan yang sudah ada sejak bayi lahir, jadi kelainan tersebut sudah
terjadi sebelum bayi lahir. Tetapi kelainan ini tidak selalu memeberi gejala
yang segera setelah bayi lahir. Tidak jarang kelainan tersebut baru muncul
setelah bayi berusia beberapa bulan atau beberapa tahun (Ngastiyah, 2005).
Kelainan Jantung Kongenital (CHD)
merupakan kelainan yang disebabkan gangguan perkembangan sistem kardiovaskuler
pada embrio yang diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen (Ngastiyah, 2005).
Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang
sudah ada sejak lahir yang dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non
genetik. Ilmu yang mempelajari kelainan bawaan disebut dismorfologi (Effendi,
2006 dalam Neonatologi IDAI 2008).
2. Klasifikasi
PJB
a. PJB Non Sianotik dengan Vaskularisasi Paru Bertambah
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) non
sianotik adalah kelainan struktur dan fungsi jantung yang dibawa lahir yang
tidak ditandai dengan sianosis; misalnya lubang di sekat jantung sehingga
terjadi pirau dari kiri ke kanan, kelainan salah satu katup jantung dan
penyempitan alur keluar ventrikel atau pembuluh darah besar tanpa adanya lubang
di sekat jantung. Masing-masing mempunyai spektrum presentasi klinis yang
bervariasi dari ringan sampai berat tergantung pada jenis dan beratnya kelainan
serta tahanan vaskuler paru (Roebiono, 2003).
1) Ventricular Septal Defect
(VSD)
Pada
VSD besarnya aliran darah ke paru ini selain tergantung pada besarnya
lubang, juga sangat tergantung pada tingginya tahanan vaskuler paru. Makin
rendah tahanan vaskuler paru makin besar aliran pirau dari kiri ke kanan. Pada
bayi baru lahir dimana maturasi paru belum sempurna, tahanan vaskuler paru
umumnya masih tinggi dan akibatnya aliran pirau dari kiri ke kanan terhambat
walaupun lubang yang ada cukup besar. Tetapi saat usia 2–3 bulan dimana proses
maturasi paru berjalan dan mulai terjadi penurunan tahanan vaskuler paru dengan
cepat maka aliran pirau dari kiri ke kanan akan bertambah. Ini menimbulkan
beban volume langsung pada ventrikel kiri yang selanjutnya dapat terjadi gagal
jantung (Roebiono, 2003).
Pada pemeriksaan selain didapat pertumbuhan terhambat,
anak terlihat pucat, banyak keringat bercucuran, ujung-ujung jari hiperemik,
diameter dada bertambah, sering terlihat pembenjolan dada kiri. Tanda yang
menonjol adalah nafas pendek dan retraksi pada jugulum, sela intrakostal dan
region epigastrium. Pada anak yang kurus terlihat implus jantung yang
hiperdinamik.
Penatalaksanaan
pasien dengan VSD besar perlu ditolong dengan obat-obatan untuk
mengatasi gagal jantung. Biasanya diberikan digoksin dan diuretik, misalnya
lasix. Bila obat dapat memperbaiki keadaan, yang dilihat dengan membaiknya
pernafasan dan bertambahnya berat badan, maka operasi dapat ditunda sampai usia
2-3 tahun. Tindakan bedah sangat menolong karena tanpa tindakan tesebut harapan
hidup berkurang.
2) Patent Ductus Arteriosus (PDA)
PDA adalah terdapatnya pembuluh darah fetal yang
menghubungkan percabangan arteri pulmonalis sebelah kiri (left pulmonary
artery) ke aorta desendens tepat di sebelah distal arteri subklavikula kiri.
DAP terjadi bila duktus tidak menutup bila bayi lahir. Penyebab DAP
bermacam-macam, bisa karena infeksi rubella pada ibu dan prematuritas.
Pada
PDA kecil umumnya anak
asimptomatik dan jantung tidak membesar. Sering ditemukan secara kebetulan saat
pemeriksaan rutin dengan adanya bising kontinyu yang khas seperti suara mesin (machinery
murmur) di area pulmonal, yaitu di parasternal sela iga 2–3 kiri dan di
bawah klavikula kiri. Tanda dan gejala adanya aliran ke paru yang berlebihan
pada PDA yang besar akan terlihat saat usia 1–4 bulan dimana tahanan
vaskuler paru menurun dengan cepat. Nadi akan teraba jelas dan keras karena
tekanan diastolik yang rendah dan tekanan nadi yang lebar akibat aliran dari
aorta ke arteri pulmonalis yang besar saat fase diastolik. Bila sudah timbul
hipertensi paru, bunyi jantung dua komponen pulmonal akan mengeras dan bising
jantung yang terdengar hanya fase sistolik dan tidak kontinyu lagi karena
tekanan diastolik aorta dan arteri pulmonalis sama tinggi sehingga saat fase
diastolik tidak ada pirau dari kiri ke kanan. Penutupan PDA secara spontan
segera setelah lahir sering tidak terjadi pada bayi prematur karena otot polos
duktus belum terbentuk sempurna sehingga tidak responsif vasokonstriksi
terhadap oksigen dan kadar prostaglandin E2 masih tinggi. Pada bayi prematur
ini otot polos vaskuler paru belum terbentuk dengan sempurna sehingga proses
penurunan tahanan vaskuler paru lebih cepat dibandingkan bayi cukup bulan dan
akibatnya gagal jantung timbul lebih awal saat usia neonatus (Roebiono, 2003).
Penatalaksanaannya
adalah karena neonatus tidak toleransi terhadap pembedahan,
kelainan biasanya diobati dengan aspirin atau idomethacin yang menyebabkan
kontraksi otot lunak pada duktus arteriosus. Ketika anak berusia 1-5 tahun,
cukup kuat untuk dilakukan operasi.
3) Atrial Septal Defect (ASD)
Pada
ASD presentasi klinisnya agak berbeda karena defek berada di septum
atrium dan aliran dari kiri ke kanan yang terjadi selain menyebabkan aliran ke
paru yang berlebihan juga menyebabkan beban volum pada jantung kanan. Kelainan
ini sering tidak memberikan keluhan pada anak walaupun pirau cukup besar, dan
keluhan baru timbul saat usia dewasa. Hanya sebagian kecil bayi atau anak
dengan ASD besar yang simptomatik dan gejalanya sama seperti pada
umumnya kelainan dengan aliran ke paru yang berlebihan yang telah diuraikan di
atas. Auskultasi jantung cukup khas yaitu bunyi jantung dua yang terpisah lebar
dan menetap tidak mengikuti variasi pernafasan serta bising sistolik ejeksi
halus di area pulmonal. Bila aliran piraunya besar mungkin akan terdengar
bising diastolik di parasternal sela iga 4 kiri akibat aliran deras melalui
katup trikuspid. Simptom dan hipertensi paru umumnya baru timbul saat usia
dekade 30 – 40 sehingga pada keadaan ini mungkin sudah terjadi penyakit
obstruktif vaskuler paru (Roebiono, 2003).
Penatalaksanaan kelainan tersebut dapat ditutup dengan
dijahit atau dipasang suatu graft pembedahan jantung terbuka, dengan prognosis
baik
b. PJB Non Sianotik dengan Vaskularisasi Paru Normal
1) Aorta Stenosis (AS)
Aorta Stenosis derajat
ringan atau sedang umumnya asimptomatik sehingga sering terdiagnosis secara
kebetulan karena saat pemeriksaan rutin terdengar bising sistolik ejeksi dengan
atau tanpa klik ejeksi di area aorta parasternal sela iga 2 kiri sampai ke
apeks dan leher. Bayi dengan AS derajat berat akan timbul gagal jantung
kongestif pada usia minggu minggu pertama atau bulan-bulan pertama
kehidupannya. Pada AS yang ringan dengan gradien tekanan sistolik kurang
dari 50 mmHg tidak perlu dilakukan intervensi. Intervensi bedah valvotomi atau
non bedah Balloon Aortic Valvuloplasty harus segera dilakukan pada neonatus dan
bayi dengan AS valvular yang kritis serta pada anak dengan AS valvular
yang berat atau gradien tekanan sistolik 90 – 100 mmHg (Roebiono, 2003).
2) Coarctatio Aorta (CoA)
Coartatio Aorta pada
anak yang lebih besar umumnya juga asimptomatik walaupun derajat obstruksinya
sedang atau berat. Kadang-kadang ada yang mengeluh sakit kepala atau epistaksis
berulang, tungkai lemah atau nyeri saat melakukan aktivitas. Tanda yang klasik
pada kelainan ini adalah tidak teraba, melemah atau terlambatnya pulsasi arteri
femoralis dibandingkan dengan arteri brakhialis, kecuali bila ada PDA besar
dengan aliran pirau dari arteri pulmonalis ke aorta desendens. Selain itu juga
tekanan darah lengan lebih tinggi dari pada tungkai. Obstruksi pada AS atau
CoA yang berat akan menyebabkan gagal jantung pada usia dini dan akan
mengancam kehidupan bila tidak cepat ditangani. Pada kelompok ini, sirkulasi
sistemik pada bayi baru lahir sangat tergantung pada pirau dari kanan ke kiri
melalui PDA sehingga dengan menutupnya PDA akan terjadi
perburukan sirkulasi sistemik dan hipoperfusi perifer (Roebiono, 2003).
Penatalaksanaan kelainan dapat dikoreksi dengan
Balloon Angioplasty, pengangkatan bagian aorta yang berkontriksi atau anastomi
bagian akhir, atau dengan cara memasukkan suatu graf.
3) Pulmonal Stenosis (PS)
Status
gizi penderita dengan PS umumnya
baik dengan pertambahan berat badan yang memuaskan. Bayi dan anak dengan PS
ringan umumnya asimptomatik dan tidak sianosis sedangkan neonatus dengan PS
berat atau kritis akan terlihat takipnu dan sianosis. Penemuan pada auskultasi
jantung dapat menentukan derajat beratnya obstruksi. Pada PS valvular terdengar
bunyi jantung satu normal yang diikuti dengan klik ejeksi saat katup pulmonal
yang abnormal membuka. Klik akan terdengar lebih awal bila derajat obstruksinya
berat atau mungkin tidak terdengar bila katup kaku dan stenosis sangat berat.
Bising sistolik ejeksi yang kasar dan keras terdengar di area pulmonal. Bunyi
jantung dua yang tunggal dan bising sistolik ejeksi yang halus akan ditemukan
pada stenosis yang berat (Roebiono, 2003).
Penatalaksanaan kelainan stenosis dikoreksi dengan pembedahan pada katup yang
dilakukan pada saat anak berusia 2-3 tahun.
c. PJB Sianotik
Sesuai
dengan namanya manifestasi klinis yang selalu terdapat pada pasien dengan PJB sianotik
adalah sianosis. Sianosis adalah warna kebiruan pada mukosa yang disebabkan
oleh terdapatnya >5mg/dl hemoglobin tereduksi dalam sirkulasi. Deteksi
terdapatnya sianosis antara lain tergantung kepada kadar hemoglobin (Prasodo,
1994).
1) Tetralogy of Fallot (ToF)
Tetralogy of Fallot merupakan
salah satu lesi jantung yang defek primer adalah deviasi anterior septum
infundibular. Konsekuensi deviasi ini adalah obstruksi aliran darah ke ventrikel
kanan (stenosis pulmoner), defek septum ventrikel, dekstroposisi aorta,
hipertrofi ventrikuler kanan. Anak dengan derajat yang rendah dari obstruksi
aliran ventrikel kanan menimbulkan gejala awal berupa gagal jantung yang
disebabkan oleh pirau kiri ke kanan di ventrikel. Sianosis jarang muncul saat
lahir, tetapi dengan peningkatan hipertrofi dari infundibulum ventrikel kanan
dan pertumbuhan pasien, sianosis didapatkan pada tahun pertama kehidupan. Sianosis
terjadi terutama di membran mukosa bibir dan mulut, di ujung ujung jari tangan
dan kaki. Pada keadaan yang berat, sianosis langsung ditemukan (Bernstein, 2007).
Setain itu juga
tampak tanda-tanda dyspnea,
bayi berukuran
kecil dan berat badan kurang. Bersamaan dengan pertambahan usia, bayi
diobservasi secara teratur, serta diusahakan untuk mencegah terjadinya dyspne.
Bayi mudah mengalami infeksi saluran pernafasan atas. Diagnosa berdasarkan pada
gejala-gejala klinis, murmur jantung, ecg foto rongent dan kateterisai jantung.
Penatalaksanaan pembedahan paliatif dilakukan pada usia awal
anak-anak, untuk mernenuhi peningkatan kebutuhan oksigen dalam masa
pertumbuhan. Pembedahan berikutnya pada masa usia sekolah, bertujuan untuk
koreksi secara permanent. Dua pendekatan paliatif adalah dengan cara
Blalock-Tausing, dilakukan pada ananostomi ujung ke sisi sub ciavikula kanan
atau arteri karotis menuju arteri pulmonalis kanan. Secara Waterson dikerjakan
pada sisi ke sisi anastonosis dari aorta assenden, menuju arteri pulmonalis
kanan, tindakan ini meningkatakan darah yang teroksigenasi dan membebaskan
gejala-gejala penyakit jantung sianosis.
2) Pulmonary Atresia with
Intact Ventricular Septum
Saat
duktus arteriosus menutup pada hari-hari pertama kehidupan, anak dengan Pulmonary Atresia with Intact Ventricular
Septum mengalami sianosis. Jika tidak ditangani, kebanyakan kasus
berakhir dengan kematian pada minggu awal kehidupan. Pemeriksaan fisik
menunjukkan sianosis berat dan distress pernafasan. Suara jantung kedua
terdengar kuat dan tunggal, seringnya tidak terdengar suara murmur, tetapi
terkadang murmur sistolik atau yang berkelanjutan dapat terdengar setelah
aliran darah duktus (Bernstein, 2007).
3) Tricuspid Atresia
Sianosis
terjadi segera setelah lahir dengan dengan penyebaran yang bergantung dengan
derajat keterbatasan aliran darah pulmonal. Kebanyakan pasien mengalami murmur sistolik
holosistolik di sepanjang tepi sternum kiri. Suara jantung kedua terdengar
tunggal. Diagnosis dicurigai pada 85% pasien sebelum usia kehamilan 2 bulan.
Pada pasien yang lebih tua didapati sianosis, polisitemia, cepat lelah, dan
sesak nafas saat aktivitas berat kemungkinan sebagai hasil dari penekanan pada
aliran darah pulmonal. Pasien dengan Tricuspid Atresia berisiko
mengalami penutupan spontan VSD yang dapat terjadi secara cepat yang
ditandai dengan sianosis (Bernstein, 2007).
3. Etiologi
Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum
dapat diketahui secara pasti, Lebih dari 90 % kasus penyakit jantung bawaan
penyebabnnya adalah multifaktorial, tetapi ada beberapa faktor yang diduga
mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian penyakit jantung bawaan :
a.
Faktor Prenatal :
1)
Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella.
2)
Ibu alkoholisme.
3)
Umur ibu lebih dari 40 tahun.
4)
Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang
memerlukan insulin.
5)
Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu.
b.
Faktor Genetik :
1)
Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung
bawaan.
2)
Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan.
3)
Kelainan kromosom seperti Sindrom Down.
4)
Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.
c.
Faktor Lingkungan
1)
Radiasi
2)
Gizi ibu yang jelek
3)
Kecanduan obat-obatan dan
4)
Alcohol juga mempengaruhi perkembangan embrio
(Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh
Darah Nasional Harapan Kita, 2001 ; 109)
4.
Manifestasi Klinis
a. Infants
1)
Dyspnea
2)
Difficulty
breathing (Kesulitan Bernafas)
3)
Pulse rate over
200 beats/mnt (Nadi lebih dari 200 kali/menit)
4)
Recurrent
respiratory infections (infeksi saluran nafas yang berulang)
5)
Failure to gain
weight (kesulitan penambahan berat badan)
6)
Heart murmur
7)
Cyanosis
8)
Cerebrovasculer
accident/ CVA
9)
Stridor and
choking spells/ mencekik.
b. Children
1)
Dyspnea
2)
Poor physical
development ( perkembangan fisik yang kurang)
3)
Decrease
exercise tolerance (aktitas menurun)
4)
Recurrent
respiratory infections (infeksi saluran nafas yang berulang)
5)
Heart murmur
and thrill
6)
Cyanosis
7)
Squatting
8)
Clubbing of
fingers and toes
9)
Elevated blood pressure (tekanan darah
tinggi).
(http://id.scribd.com/doc/61747139/LP-PJB. 2 Februari 2014, pukul 10.10)
5. Patofisiologi
Secara
fisiologis sirkulasi paru akan membawa darah yang telah teroksigenasi
meninggalkan paru dan akan masuk kembali ke dalam siklus jantung untuk
dialirkan kembali keseluruh tubuh guna memenuhi kebutuhan nutrisi dan oksigen
seluruh organ-organ vital dalam tubuh.
Sedangkan
secara patofisiologi pada kelompok ini terdapat defek pada dinding pemisah
antara ventrikel kiri dan kanan sehingga dapat menimbulkan peralihan (shunt)
darah yang telah teroksigenasi penuh akan kembali ke paru-paru.
Arah
dan besar shunt tersebut bergantung pada ukuran defek dan tekanan relatif
pulmonal dan sistemik serta tahanan vaskuler pulmonal dan sistemik. Normalnya,
tahanan arteriol pulmonal janin yang tinggi akan menurun dengan cepat pada
pernapasan dan pada umur jam-jam pertama neonatus, kemudian penurunan lebih
perlahan-lahan dan stabil pada setingkat dewasa sekitar umur 3-6 bulan.
Pemajanan yang lama sirkulasi pulmonal pada tekanan dan aliran darah yang
tinggi akan menyebabkan kenaikan tahanan vaskuler pulmonal sedikit demi
sedikit. Seiring berjalannya waktu dan bertambahnya usia neonatus tahanan
vaskuler pulmonal akan menurun akibatnya shunt darah dari kiri ke kanan yang
melalui defek tersebut akan mulai dan bertambah besar, sehingga menyebabkan
bertambahnya volume darah dalam paru dan mengakibatkan menurunkan kelenturan
paru dan menaikkan kerja pernapasan. Kejadian ini disebut pirau (shunt) kiri ke kanan.
Peningkatan
volume paru yang berlebihan akan menyebabkan cairan tersebut bocor ke dalam
sela intertisial dan alveoli sehingga menimbulkan edema paru dan akan
menimbulkan gejala seperti takipneu, retraksi dada, pernapasan cuping hidung
dan mengi. Akibat dari edema paru ini menyebabkan volume dalam ventrikel kiri
berkurang dan untuk tetap mempertahankan tingkat curah ventrikel kiri yang
tinggi, frekuensi jantung dan volume sekuncup dinaikkan yang diperantarai oleh
aktivitas sistem saraf simpatis mengaktivasi katekolamin dalam sirkulasi,
bersama dengan bertambahnya kerja pernapasan mengakibatkan kenaikan konsumsi
oksigen total tubuh, sering diluar kemampuan transport oksigen sirkulasi
sehingga menimbulkan gejala tambahan seperti berkeringat, iritabel, takikardi
dan gagal tumbuh.
Sebaliknya pada obstruksi arteri pulmonalis dan
defek septum ventrikel tekanan rongga jantung kanan akan lebih tinggi dari
tekanan rongga jantung kiri sehingga darah dari ventrikel kanan yang miskin
akan oksigen mengalir melalui defek tersebut ke ventrikel kiri yang kaya akan
oksigen, keadaan ini disebut dengan pirau (shunt) kanan ke kiri yang dapat
berakibat kurangnya kadar oksigen pada sirkulasi sistemik. Kadar oksigen yang
terlalu rendah akan menyebabkan sianosis. Kelainan jantung bawaan pada umumnya
dapat menyebabkan hal-hal sebagai berikut :
1) Peningkatan kerja jantung, dengan gejala:
kardiomegali, hipertrofi, takhikardia.
2) Curah jantung yang rendah, dengan gejala: gangguan
pertumbuhan, intoleransi terhadap aktivitas.
3) Hipertensi pulmonal, dengan gejala: dispnea,
takhipnea.
4) Penurunan saturasi oksigen arteri, dengan gejala:
polisitemia, asidosis, sianosis.
6. Pathways
Terlampir
7. Pemeriksaan
Diagnostik
a.
Foto Thorak :
Atrium dan ventrikel kiri membesar secara signifikan (kardiomegali), gambaran
vaskuler paru meningkat
b.
Ekhokardiografi
: Rasio atrium kiri tehadap pangkal aorta lebih dari 1,3:1 pada bayi cukup
bulan atau lebih dari 1,0 pada bayi praterm (disebabkan oleh peningkatan volume
atrium kiri sebagai akibat dari pirau kiri ke kanan)
c.
Pemeriksaan
dengan Doppler berwarna : digunakan untuk mengevaluasi aliran darah dan arahnya.
d.
Elektrokardiografi
(EKG) : bervariasi sesuai tingkat keparahan, pada PDA kecil tidak ada
abnormalitas, hipertrofi ventrikel kiri pada PDA yang lebih besar.
e.
Kateterisasi
jantung : hanya dilakukan untuk mengevaluasi lebih jauh hasil ECHO atau Doppler
yang meragukan atau bila ada kecurigaan defek tambahan lainnya.
(Betz & Sowden, 2002 ;377)
8. Penatalaksanaan
Medis
a.
Penatalaksanaan Konservatif : Restriksi cairan dan
bemberian obat-obatan: Furosemid (lasix) diberikan bersama restriksi cairan
untuk meningkatkan diuresis dan mengurangi efek kelebihan beban kardiovaskular,
Pemberian indomethacin (inhibitor prostaglandin) untuk mempermudah penutupan
duktus, pemberian antibiotik profilaktik untuk mencegah endokarditis bakterial.
b.
Medik: atasi
gizi, infeksi dan kegagalan jantung. Pada kasus dengan defek kecil dan
perkembangan baik tidak memerlukan operasi.
c.
Pembedahan berupa banding, penutupan defek.
1)
Operasi paliatif: berupa banding (penyempitan)
arteri pulmonalis untuk mengurangi aliran darah ke paru. Setelah dilakukan banding kelak
harus diikuti dengan operasi penutupan defek sekaligus dengan membuka
penyempitan arteri pulmonalis.
2)
Penutupan defek septum ventrikel. Operasi dilakukan
dengan sternotomi median, dengan bantuan mesin jantung-paru.
9. Komplikasi
a.
Endokarditis
b.
Obstruksi pembuluh darah pulmonal
c.
CHF
d.
Hepatomegali (jarang terjadi pada
bayi prematur)
e.
Enterokolitis nekrosis
f.
Gangguan paru yang terjadi bersamaan
(misalnya sindrom gawat nafas atau displasia bronkkopulmoner)
g.
Perdarahan gastrointestinal (GI),
penurunan jumlah trombosit
h.
Hiperkalemia (penurunan keluaran
urin.
i.
Aritmia
j.
Gagal tumbuh
(Betz & Sowden, 2002 ; 376-377,
Suriadi, Rita Yuliani, 2001 ; 236)
B. Konsep
Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Penyakit Jantung Kongenital
1. Pengkajian
a.
Identitas
1)
Usia
Perlu dikaji pada usia berapa
gejala mulai muncul.
2)
Jenis kelamin
Laki – laki dan perempuan mempunyai
peluang yang sama dalam hal terjadinya penyakit jantung bawaan.
3)
Pekerjaan / beraktivitas
Pada
umumnya anak akan merasa sesak pada saat beraktivitas.
b. Keluhan
Utama
Keluhan orang tua pada waktu membawa
anaknya ke dokter tergantung dari jenis dan derajat defek yang terjadi baik
pada ventrikel maupun atrium, tapi biasanya terjadi sesak, pembengkakan pada
tungkai dan berkeringat banyak.
Menanyakan adanya
keluhan-keluhan utama yang dirasakan :
nadi kecil dan tidak teratur , berdebar-debar, sesak nafas, nyeri dada,
kelelahan, kejang-kejang, keringat berlebihan.
c. Riwayat
kesehatan masa lalu
Menanyakan tentang penyakit-penyakit yang berhubungan lansung
dengan system kardio vascular. Tanyakan kepada pasien adanya riwayat nyeri dada
, nafas pendek, alkoholik, anemia, demam rematik, sakit tenggorokan yang di
sebabkan streptococcus, penyakit jantung bawaan, stroke, pingsan hipertensi,
thromboplebitis, nyeri yang hilang timbul, varises dan oedema.
d. Riwayat
kehamilan
Menanyakan tentang penyakit yang pernah diderita selama
periode antenatal. Infeksi rubella dapat menyebabkan cacat pada jantung bayi,
terkenal sebagai sindrom rubella yaitu PDA, tuli dan katarak. SLE (Sistemic Lupus Eritematosus) dapat
menimbulkan blokade jantung total pada bayi. Diabetes Mellitus juga dapat menyebabkan terjadinya
kardiomiopati pada bayi yang dikandung.
e. Riwayat
Kesehatan Keluarga
Menanyakan adanya PJB pada keluarga, baik dengan abnormalitas
kromosom, misalnya Down Syndrom.
f. Riwayat
Pengobatan
Tanyakan kepada pasien tentang pengobatan yang pernah pasien
jalani seperti pemakaian aspirin. Pengkajian pengobatan harus di tuliskan nama
dari obatnya dan pasien mengerti tentang kegunaan dan efek sampingnya. Adapun
obat-obat yang dapat mempengaruhi system kardiovaskuler seperti : anticonvulsants, antidepressant,
antipsychotics, cerebral stimulants, cholinergics, estrogens, nonnarcotic
analgesics dan antipyretics, oral contraceptives, sedatives and hypnotics,
spasmolytics. Kebiasaan mengkonsumsi jamu tradisional, merokok dan
alkohol juga perlu dikaji.
g. Riwayat
pembedahan
Pasien juga harus ditanyakan secara spesifik tentang
pembedahan yang pernah di jalani, perawatan rumah sakit yang berhubungan dengan
kardiovaskuler. Hasil-hasil data diagnostic yang pernah di lakukan selama
perwatan harus lebih di kaji. Harus di catat dimana ECG dan foto rontgen dapat
dijadikan data dasar.
h. Pengkajian Pola Kebutuhan
Bio-Psiko-Sosial-Spiritual (Virginia Handerson)
1.
Pola respirasi
Kaji adanya dyspnea, napas cepat dan dalam,
klien sering berjongkok dalam beberapa waktu sebelum ia berjalan kembali.
2.
Pola nutrisi
Kaji adanya anoreksia, gangguan pada pertambahan
tinggi badan pada anak dikarenakan keadaan gizi kurang dari kebutuhan normal,
berat badan menurun, pertumbuhan dan perkembangan tidak sesuai dengan usia
klien.
3.
Pola eliminasi
Kaji adanya perubahan dalam eliminasi urin dan
defekasi.
4.
Pola aktivitas
Kaji adanya kelelahan dan dyspnea karena hal ini
sering terjadi bila klien melakukan aktivitas fisik.
5.
Kebutuhan istirahat dan
tidur
Kaji adanya gangguan istirahat tidur seperti keluhan
insomnia, hal ini dikarenakan adanya dyspnea paroxysmal.
6.
Kebutuhan rasa aman dan
nyaman
Kaji adanya keluhan nyeri dada.
7.
Kebutuhan personal hygiene
Kaji kemampuan klien dalam pemenuhan kebutuhan
personal hygiene berkaitan dengan kelemahan yang dialami.
8.
Mempertahankan temperatur
tubuh
Kaji pengetahuan klien dan keluarga mengenai teknik
mempertahankan temperatur tubuh dan mengatasi masalah demam yang mungkin terjadi.
9.
Pola komunikasi dan sosial
Kaji kemampuan klien dalam bersosialisasi dan kaji
perubahan yang terjadi akibat perasaan rendah diri akibat diasingkan oleh
lingkungan sekitar.
10.
Kebutuhan bekerja
Kaji perubahan yang dialami klien dalam hal bekerja
berupa keterbatasan dalam beraktivitas akibat kelemahan dan dyspnea.
11.
Kebutuhan bermain/rekreasi
Kaji adanya perubahan dalam bermain/berekreasi dan
bagaimana cara klien dan keluarga memodifikasi lingkungan menjadi nyaman.
12.
Kebutuhan berpakaian
Kaji adanya perubahan cara berpakaian klien dan
bagaimana cara klien berpakaian untuk mengatasi sianosis dan dyspnea yang
terjadi.
13.
Kebutuhan belajar
Kaji pengetahuan klien dan keluarga mengenai penyakit
yang diderita oleh klien.
14.
Kebutuhan spiritual
Kaji adanya perubahan dalam beribadah dan bagaimana
pandangan klien terthadap penyakit yang dialami dan bagaimana cara klien
menyikapinya.
i. Pemeriksaan Fisik
1)
Keadaan umum.
a)
Pasien tampak lemah / cukup baik / tampak
sakit berat / tampak sesak.
b)
Kesadaran penderita komposmentis, apatis,
somnalens, sopor,soporokoma atau koma.
2) Tanda-tanda
vital, meliputi:
a)
Tekanan darah :
b)
Denyut nadi : takikardia
c)
Suhu tubuh : normal, apabila tidak ada
infeksi
d) Respirasi
rate : takipneu, dispneu
3)
Pemeriksaan head to toe
a)
Kepala
Tidak
ada penambahan lingkar kepala (LILA) karena gangguan tumbuh kembang. Oedem
wajah, anemis, sianosis pada mukosa bibir, clubbing finger tampak setelah usia 6 bulan.
b)
Leher
Terdapat
pembesaran vena jugularis
c)
Dada / thorax
Inspeksi:
Terdapat otot bantu nafas retraksi
interkostae, deformitas dada, ekskursi pernapasan (takipnea, dispnea, adanya
dengkur ekspirasi).
Palpasi:
Septal Defect/Defek Septum Atrium (ASD)
aktivitas ventrikel kanan jelas teraba di parasternal kanan dan thrill di sela
iga II atau III kiri
Auskultasi:
Septal Defect/Defek Septum Atrium (ASD).
Pada tipe ostium sekundum dan sinus venosus terdengar bising ejeksi sistolik di
daerah sela iga 2 atau 3 pinggir sternum kiri disertai fixed splitting bunyi
jantung II. Hal ini menggambarkan penambahan aliran darah melalui katup
pulmonal. Kadang – kadang terdapat juga bising awal diastolik pada garis sterna
bagian bawah yang menggambarkan penambahan aliran di katup trikuspid.
Pada auskultasi jantung terdeteksi adanya
murmur jantung.
Frekwensi dan irama jantung menunjukkan deviasi bunyi dan intensitas jantung yang membantu melokalisasi defek jantung.
auskultasi pada paru-paru menunjukkan ronki kering kasar.
pada auskultasi tekanan darah terjadi penyimpangan dibeberapa kondisi jantung (mis; ketidaksesuaian antara ekstremitas atas dan bawah)
Frekwensi dan irama jantung menunjukkan deviasi bunyi dan intensitas jantung yang membantu melokalisasi defek jantung.
auskultasi pada paru-paru menunjukkan ronki kering kasar.
pada auskultasi tekanan darah terjadi penyimpangan dibeberapa kondisi jantung (mis; ketidaksesuaian antara ekstremitas atas dan bawah)
d) Abdomen
Teraba
adanya pembesaran hepar (hepatomegali) / splenomegali
e)
Genetalia
Terjadi
oliguri
f)
Anus
g)
Ekstremitas dan kulit
Terjadi
sianosis perifer hingga sianosis central, diaphoresis, oedem tungkai, kelemahan,
ujung – ujung jari hiperemik. Pada pasien
tertentu seperti pada Tetralogi Fallot anak sering jongkok setelah lelah
berjalan.
j. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan
laboratorium
Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan
hematokrit (Ht) akibat saturasi oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin
dipertahankan 16-18 gr/dl dan hematokrit antara 50-65 %. Nilai BGA menunjukkan
peningkatan tekanan partial karbondioksida (PCO2), penurunan tekanan parsial
oksigen (PO2) dan penurunan PH.pasien dengan Hn dan Ht normal atau rendah
mungkin menderita defisiensi besi.
2) Radiologis
Sinar X pada thoraks menunjukkan penurunan aliran
darah pulmonal, tidak ada pembesaran jantung . gambaran khas jantung tampak
apeks jantung terangkat sehingga seperti sepatu.
3) Elektrokardiogram
Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke
kanan. Tampak pula hipertrofi ventrikel kanan. Pada anak besar dijumpai P
pulmonal.
4) Ekokardiografi
Memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta
dengan dilatasi ventrikel kanan,penurunan ukuran arteri pulmonalis &
penurunan aliran darah ke paru-paru
5) Kateterisasi
Diperlukan
sebelum tindakan pembedahan untuk mengetahui defek septum ventrikel multiple,
mendeteksi kelainan arteri koronari dan mendeteksi stenosis pulmonal perifer.
Mendeteksi adanya penurunan saturasi oksigen, peningkatan tekanan ventrikel
kanan, dengan tekanan pulmonalis normal atau rendah.
2. Diagnosa
Keperawatan
a.
Gangguan pertukaran gas b.d gangguan
pada jaringan paru akibat edema paru
b.
Penurunan kardiak output b.d sirkulasi
yang tidak efektif sekunder dengan adanya malformasi jantung
c.
Gangguan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan penurunan fungsi pompa
d.
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh b.d peningkatan kebutuhan kalori,penurunan nafsu makan
e.
Gangguan tumbuh kembang berhubungan
dengan ketidakcukupan nutrisi untuk regenerasi dan perkembangan sel-sel tubuh
f.
Intoleransi aktifitas b.d
ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
g.
Perubahan peran orang tua b.d hospitalisasi anak,
kekhawatiran terhadap penyakit anak.
3. Intervensi
Keperawatan
a. Gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan gangguan pada jaringan paru akibat edema
paru.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien menunjukkan mekanisme pertukaran gas yang baik.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien menunjukkan mekanisme pertukaran gas yang baik.
Kriteria hasil:
1)
Tidak terdapat dyspnea, tarikan dinding
dada dan PCH tidak ada atau berkurang
2)
Tidak terdapat suara napas tambahan
3)
Blood gas dalam batas normal
Intervensi:
1)
Pantau frekuensi, irama, kedalaman
pernapasan setiap 1 jam. Catat ketidakteraturan pernapasan, pantau kepatenan
oksigenasi
2)
Auskultasi suara napas, perhatikan
daerah hipoventilasi dan adanya suara tambahan yang tidak normal misal: ronkhi,
wheezing, krekel.
3)
Lakukan tes uji BGA.
b. Penurunan
kardiac output b.d sirkulasi yang tidak efektif sekunder dengan adanya
malformasi jantung
Tujuan
: Anak dapat mempertahankan kardiak output yang adekuat.
Kriteria hasil
1) Tanda-tanda
vital normal sesuai umur
2) Tidak
ada : dyspnea, napas cepat dan dalam, sianosis, gelisah/letargi, takikardi,
mur-mur.
3) Pasien
komposmentis
4) Akral
hangat
5) Pulsasi
perifer kuat dan sama pada kedua ekstremitas
6) Capilary
refill time < 3 detik
7) Urin
output 1-2 ml/kgBB/jam
Intervensi
:
1) Monitor
tanda vital,pulsasi perifer,kapilari refill dengan membandingkan pengukuran
pada kedua ekstremitas dengan posisi berdiri, duduk dan tiduran jika
memungkinkan
2) Kaji
dan catat denyut apikal selama 1 menit penuh
3) Observasi
adanya serangan sianotik
4) Berikan
posisi knee-chest pada anak
5) Observasi
adanya tanda-tanda penurunan sensori : letargi,bingung dan disorientasi
6) Monitor
intake dan output secara adekuat
7) Sediakan
waktu istirahat yang cukup bagi anak dan dampingi anak pada saat melakukan
aktivitas
8) Sajikan
makanan yang mudah di cerna dan kurangi konsumsi kafeine.
9) Kolaborasi
dalam: pemeriksaan serial ECG, foto thorax, pemberian obat-obatan anti
disritmia
10) Kolaborasi
pemberian oksigen
11) Kolaborasi
pemberian cairan tubuh melalui infuse
c. Gangguan
perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan fungsi pompa.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan dapat mempertahankan tingkat kesadaran, kognisi, dan fungsi motorik/sensori.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan dapat mempertahankan tingkat kesadaran, kognisi, dan fungsi motorik/sensori.
Kriteria hasil:
1) Tanda
vital stabil
2) tidak
ada tanda-tanda peningkatan TIK
3) tingkat
kesadaran mambaik.
4) Saturasi
oksigen normal
Intervensi:
1) Pantau/catat
status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar GCS.
2) Evaluasi
keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, respon terhadap cahaya.
3) Pantau
tanda-tanda vital: TD, nadi, frekuensi nafas, suhu.
4) Bantu
pasien untuk menghindari/membatasi batuk, muntah, mengejan.
5) Tinggikan
kepala pasien 15-45 derajat.
6) Berikan
oksigen tambahan sesuai indikasi
d. Gangguan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d fatiq selama makan dan peningkatan
kebutuhan kalori,penurunan nafsu makan.
Tujuan:
Anak
dapat makan secara adekuat dan cairan dapat dipertahankan sesuai dengan berat
badan normal dan pertumbuhan normal.
Kriteria
hasil :
1) Anak
menunjukkan penambahan BB sesuai dengan umur
2) Peningkatan
toleransi makan.
3) Anak
dapat menghabiskan porsi makan yang disediakan
4) Hasil
lab tidak menunjukkan tanda malnutrisi. Albumin,Hb
5) Mual
muntah tidak ada
6) Anemia
tidak ada.
Intervensi :
1) Timbang
berat badan anak setiap pagi tanpa diaper pada alat ukur yang sama, pada waktu
yang sama dan dokumentasikan.
2) Catat
intake dan output secara akurat
3) Berikan
makan sedikit tapi sering untuk mengurangi kelemahan disesuaikan dengan
aktivitas selama makan (menggunakan terapi bermain)
4) Berikan
perawatan mulut untuk meningktakan nafsu makan anak
5) Berikan
posisi jongkok bila terjadi sianosis pada saat makan
6) Gunakan
dot yang lembut bagi bayi dan berikan waktu istirahat di sela makan dan
sendawakan
7) Gunakan
aliran oksigen untuk menurunkan distress pernafasan yang dapat disebabkan
karena tersedak
8) Berikan
formula yang mangandung kalori tinggi yang sesuaikan dengan kebutuhan
9) Batasi
pemberian sodium jika memungkinkan
10) Bila
ditemukan tanda anemia kolaborasi pemeriksaan laboratorium
e. Gangguan
tumbuh kembang berhubungan dengan ketidakcukupan nutrisi untuk regenerasi dan
perkembangan sel-sel tubuh.
Tujuan:
Anak dapat mengalami pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan kurva pertumbuhan atau perkembangan dan mampu melakukan aktivitas yang sesuai dengan usianya.
Anak dapat mengalami pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan kurva pertumbuhan atau perkembangan dan mampu melakukan aktivitas yang sesuai dengan usianya.
Kriteria hasil:
1) Pertumbuhan
dan perkembangan sesuai dengan usia anak. 1. Berikan diet/nutrisi yang cukup.
2) Monitor
pertumbuhan dan perkembangan.
3) Berikan
suplemen besi.
4) Berikan
kebebasan anak mengekspresikan aktivitasnya dan membantu anak untuk melakukan
tugas perkembangan sesuai usianya
Intervensi
:
1)
Kaji tingkat tumbuh kembang anak
2)
Berikan stimulasi tumbuh kembang,
ativitas bermain, game, nonton TV, puzzle, menggambar, dan lain-lain sesuai
kondisi dan usia anak.
3)
Libatkan keluarga agar tetap memberikan
stimulasi selama dirawat
f. Intoleransi
aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
Tujuan :
Anak menunjukan peningkatan kemampuan dalam melakukan aktivitas (tekanan darah,
nadi, irama dalam batas normal) tidak adanya angina.
Kriteria hasil :
1)
Tanda vital normal sesuai umur
2)
Anak mau berpartisipasi dalam setiap
kegiatan yang dijadwalkan
3)
Anak mencapai peningkatan toleransi
aktivitas sesuai umur
4)
Fatiq dan kelemahan berkurang
5)
Anak dapat tidur dengan lelap
Intervensi
:
1) Catat
irama jantung, tekanan darah dan nadi sebelum, selama dan sesudah melakukan
aktivitas.
2) Anjurkan
pada pasien agar lebih banyak beristirahat terlebih dahulu.
3) Anjurkan
pada pasien agar tidak “ngeden” pada saat buang air besar.
4) Jelaskan
pada pasien tentang tahap- tahap aktivitas yang boleh dilakukan oleh pasien.
5) Tunjukan
pada pasien tentang tanda-tanda fisik bahwa aktivitas melebihi batas
6) Bantu
anak dalam memenuhi kebutuhan ADL dan dukung kearah kemandirian anak sesui
dengan indikasi
7) Jadwalkan
aktivitas sesuai dengan usia, kondisi dan kemampuan anak.
g.
Perubahan peran orang tua b.d hospitalisasi anak,
kekhawatiran terhadap penyakit anak.
Tujuan : Memberikan
support pada orang tua
Kriteria
hasil :
1)
Orang tua akan
mengekspresikan perasaannya akibat memiliki anak dengan kelainan jantung
2)
Orang tua akan mendiskusikan
rencana pengobatan, dan memiliki keyakinan bahwa orang tua memiliki peranan
penting dalam keberhasilan pengobatan.
Intervensi:
1)
Ajarkan keluarga / orang tua untuk mengekspresikan
perasaannya karena memiliki anak dengan kelainan jantung, mendiskudikan rencana
pengobatan, dan memiliki peranan penting dalam keberhasilan pengobatan
2)
Ekplorasi perasaan orang tua mengenai perasaan
ketakutan, rasa bersalah, berduka, dan perasaan tidak mampu
3)
Mengurangi ketakutan dan kecemasan orang tua dengan
memberikan informasi yang jelas
4)
Libatkan orang tua dalam perawatan anak selama di
rumah sakit
5)
Berikan dorongan kepada keluarga untuk
melibatkan anggota keluarga lain dalama perawatan anak.
4. Evaluasi
a. Anak akan menunjukkan tanda-tanda membaiknya curah jantung
b.
Anak akan menunjukkan tanda-tanda
tidak adanya peningkatan resistensi pembuluh paru
c.
Anaka akan mempertahankan tingkat
aktivitas yang adekuat
d.
Anak akan tumbuh sesuai dengan kurva
pertumbuhan berat dan tinggi badan
e.
Anak akan mempertahankan intake
makanan dan minuman untuk mempertahankan berat badan dan menopang pertumbuhan
f.
Orang tua akan mengekspresikan
perasaannya akibat memiliki anak dengan kelainan jantung, mendiskusikan rencana
pengobatan, dan memiliki keyakinan bahwa orang tua memiliki peranan penting
dalam keberhasilan pengobatan.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar